Dari hasil pertemuam menteri perumahan se Asia Pacific atau APMCHUD 3 di Kota solo tanggal 22 sd 24 juni 2010 lalu,kembali solo menjadi sorotan.Dan sorotan itu adalah tentang keberhasilan pemkot Surakarta dalam penataan kotanya.Indikator dari tu antara lain keberhasilan dalam penataan PKL,pembangnan Rumah Susu n(Rusunnawa) RTLH di Kratonan dsbnya..
Saya kira ini menjadi logis dan bisa dimaklumi (red::menjadikan kita sebagai warga kota bangga).Pada peiode pertama masa bhakti walikota Jokowi bersama Rudy nampaknya bisa diacungi jempol.Ini mennunjukkan bahwa kinerja yang dicapai ini mendapatkan dukungan politik dari beberapa pihak,disamping komitment politik walikota solo dalam kebijakannya yang pro poor.
Implikasi dari penataan kota dan motivasi serta beberapa upaya branding juga cukup membuahkan hasil,itu bisa dilihat dari kunjungan wisatawan yang semakin meningkat dan kepercayaan dari beberapa negara untuk menyelenggarakan event di kota kita tercinta ini.
Kota Solo atau Surakarta sebagai kota MICE nampaknya sudah mulai melekat .Ini sangat positif bagi pengembangan perekonomian di perkotaan,dan apa yang disebut multipier effect kepada pertumbuhan dan income perkapita juga menjadi relevan.
IMPLIKASI EKONOMIS URBANISASI
Namun,hal tersebut sekaligus bisa menjadi sesuatu yang merugikan bagi perkembangan kota kedepan apabila pengetatan dan pengelolaan kota yang tidak justru menjadi bias.Mengapa dapat dikatakan begitu,dalam sebuah teori perkotaan dalam konteks ekonomi,sebuah kota yang maju akhirnya akan memberikan ekspektasi ekonomi dan apabila dari hinterlandnya tidak berkembang seiring maka masalah kedepan akan menjadi problem tersendiri.
Arus urbanisasi yang tinggi akan menjadi beban kota dan akhirnya justru kota menjadi kantong kantong slum area dan meningkatnya arus komuter.tidak menutup kemungkinan menyeret pada permasalahan baru yang cukup serius.Tema pada APMCHUD ke 3 diSolo adalah masalah urbanisasi dengan penanganan yang berkelanjutan adalah bagaimana Kota Solo dapat saling sinergis dengan daerah penyangganya( sekitarnya).Memang dengan jumlah penduduk yang berlipat pada siang hari,adalah penggabaran adanya aktivitas perekonomian,namun implikasinya tetap akan mengikuti .
APA YANG HARUS DILAKUKAN
Kota Solo yang tidak begitu luas ,hanya kurang lebih 44.km persegi tidak mungkin akan dapat dilebarkan kembali,sementara pemerataan yang tidak seimbang dengan kepadatan penduduk yang tidak merata perlu segera mendapatkan perhatian dengan sebuah perencanaan yang matang dan perlu dibahas dengan melibatkan elemen elemen masyarakat,akademisi dsbnya.Hal ini diharapkan kebijakan yang dihasilkan nantinya betul betul matang dan tidak terjadi ke mubaziran.Contoh kebijakan transportasi yang telah dilakukan perlu ditinjau kembali,karena sudah nampak problematik yangm enghadang,seperti justru akan menimbulkan kemacetan lalulintas,dan belum permasalahan susulan yang mungkin akan muncul.
Kata kuncinya tidak menutup kemungkinan bahwa dengan kemajuan kota justru akan terjadi pembiasan,tengok kasus di Jakarta.Jadi jangan sampai kota Solo menjadi kota metropolitan seperti di Jakarta,sepertu ledakan jumlah penduduk pendatang (tanpa bermaksud menjadikan kita sangat tertutup),namun ini logis dan perlu antisipasi sejak dini terhadap ancaman ini.
Sebagai kota yang dinilai menjadi kota percontohan dalam penataaan kota,tentu saja mejadi beban dalam mempertahankan apalagi meningkatkan kepada hal yang lebih baik.
DEKLARASI HASIL APMCHUD WHAT NEXT
yang menjadi pertanyaan sekarang adalah ,apa setelah itu dan apa implementasinya,bagaiamana merumuskan dalam konteks permasalahan lokal.Misalnya bagaimana penganggarannya dalam sisi politiknya,kerjasama dan pembentukan networkingnya.Penataan kota dengan tema urbanisasi perlu dipandang sebagai sesuatu yang tidak remeh,koordinasi dan kesepakatan politik menjadi pijakan awal.Dan lebih penting adalah peran CSR menjadi sangat strategisUntuk itu sekali lagi mari kita cermati isi Deklarasi ini secara gamblang dan implementatif dalam pola kerjanya.(agustaf)
DEKLARASI HASIL APMCHUD WHAT NEXT
yang menjadi pertanyaan sekarang adalah ,apa setelah itu dan apa implementasinya,bagaiamana merumuskan dalam konteks permasalahan lokal.Misalnya bagaimana penganggarannya dalam sisi politiknya,kerjasama dan pembentukan networkingnya.Penataan kota dengan tema urbanisasi perlu dipandang sebagai sesuatu yang tidak remeh,koordinasi dan kesepakatan politik menjadi pijakan awal.Dan lebih penting adalah peran CSR menjadi sangat strategisUntuk itu sekali lagi mari kita cermati isi Deklarasi ini secara gamblang dan implementatif dalam pola kerjanya.(agustaf)