Selasa, 23 November 2010

over asumsi ( KUA PPAS KOTA SURAKARTA TH 2011)

KUA PPAS RAPBD Kota Surakarta tahun 2011,:menembus 1(satu)  trilyun bahkan konon mungkin akan bertambah,demikian yang saya baca di harian Solopos baru baru ini.Sebuah asumsi dan target yang spektakuler.
sebagai sebua keputusan/kebijakan yang dibicarakan antara eksekutif dan legislatif ini memberikan harapan yang cukup menggembirakan,karena dengan anggaran yang sedemikian besar dengan junmlah penduduk kursng lebih mendekati 600000.jiwa,paling tidak nanti semua kegiata akan dirasakan oleh rakyat.
Masih banyak program program publik yang harus diintervensi melalui instrumen kebijakan anggaran ini,baik itu upaya pengentasan kemiskinan,penggagguran,perbaikan prasarana kota,kesehatan dan masih banyak lagi yang lainnya..
Oke hal diatas paling tidak yang dapat kita ketahui,ini sebuah ekspektasi yang luar biasa,karena paling tidak apa yang menjadi misi pemerintah dala mewujudkan pembangunan akan berjalan,karena pundi pundi itu paling tidak membuat kita akan lebih optimis.
Namun...ini sebuah pertanyaan mendasar...yaitu...apakah pundi pundi itu sudah pasti,dalam arti asumsi itu mendekati kepastian untuk nantinya.Angka angka itu masih berupa perhitungan/asumsi yang didasarkan pada kinirja tahun sebelumnya,asumsi itu masih dibayangi oleh sustu ketidak pastian.Mengapa demikian. 
Coba kita menegok atau mengintip sebentar proporsi yang ada dalam item item angka yang ada selama ini,seperti dari indikator pendapatan.belanja,dan pembeayaan .Misalnya pada pendapatan khususnya dalam rancangan APBD itu angka yang ditargetkan  sebesar 152 milyar dimana komponen ini adalah yang akan dihasilkan dari PAD (pajak,retribusi dan pendapatan lain yang syah.).angka ini sangat tidak signifikan sebagai sebuah kontribusi dalan APBD,artinya bahwa sumber lain masih banyak mengharapkan dari pusat,dan persentasenya sangat tidak realistis.
Rtinya masih swekian persen ( 85%) masih menggantungkan dana ari APBN,meskipun menerut saya hal ini sudah tidak mengherankan toh otonomi daerah yang berjalan sekarang bukan otonom dalam bidang fiskalnya,daerah daerah lainpun ada yang rumah tangganya masih banyak disubsidi oleh pusat.
Obsesi yang berlebihan
Mari kita menegok RPJMD 2010 - 2015 Walokota Surakarta sebagai pengejawatahan/operasionalitas dari VIsi mereka ketika ingin dipilih kembali pada periode kedua masa bhaktinya mendatang, seperti dalam komitmennya  menuju ekonomi kerakyatan dsbnya,belum dalam komplain BPKMS misalnya yang kalau di evaluasi pasti ada/boleh  jadi dikatakan tidak terlalu tepat sasaran..
Memang pendulum yang bergoyang sekarang tidak pada pembangunan fisik,namun akan lebih pada pemberdayan ekonomi,namun pada satu sisi walikotasangat getol akan menyulap Solo menjadi kota hutan.....pertanyaannya ini kan juga sama saja bhawa obsesesi pembangunan fisik tetap berlanjut..Kemudian isu lainnya seperti pembentukan karakter budaya,ini malah sangat abstrak,dan apabila diimplementasikan juga sulit...harus dimulai dari mana,karena harus diakui bahwa kita ini sebenarnya sudah terkontaminasi budaya global....budaya lokal menjadi inferior.
POSTUR RAPBD 2011

Sekilas saya membaca dalam harian Solopos,dilaporkan tentang komponen APBD yang meliputi Pendapatan,Belanja<dan Pembeayaan.,nampak proporsi yang sangat over estimate atau asumsi yang seolah seolah dana itu nati akan terwujud (bukankah pundi APBD itu masih berupa pepesan kosong),saya katakan demikian itu karena pada pembahasan yang dilakukan asumsinya adalah beragkat dari kinerja tahun sebelumnya........padahal proporsi dana yang dapat diperoleh sendiri itupun hanya sedikit dalam menyumbang APBD (15 % ) dari PAD,terus bagaimana dengan dana yang sifatnya kita menengadahkan tangan ke pusat ketika APBN sendiri sangat payah untuk tahun mendatang,karena banyak dana yang harus diprrioritas pada upaya recovery akibat bencana alam yang bertubi tubi yang notabene akan menguras dana itu .
Implikasi dari bencana alam ini tentu aja pemerintah pusat akan lebih mementingkan upaya pemulihan akibat bencana alam yang tidak sedikit..Bahkan berita yang saya dapatkan bahwa pada 10 bulan terakhir ini pusat sudah berhutang cukup banyak sekitar hampir 150 trilyun rupiah..Jadi harapan dana perimbangan itu bisa jadi menjadi permasalan kedepan dalam hitungan APBD kota Surakarta nantinya.
SOLUSI HUTANG DAN MENGGENJOT PADIni mungkin jurus terakhir atau menjadi atau sebuag spekulasi,maka kalau ini yang dilakukan seperti dalam pembeayaan pembangunan RSUD yang harus mengambil hutang,meskipun mungkin akan mengorbankan program pelangi yang bernama BKPMS,toh juga masih menemui kendala,yaitu dana yang dijanjikan pusat sebesar 7 milyar pun sampai sekarang belum nampak bayangannya..Selanjutnya akan coba prediksi apabila strategi daiatas yang menjadi piihan,maka implkasi yang akan menyeret pada permasakaan baru munmgkin adalah

1.Menggenjot PAD,ini tidak mudah sebab akan berhadapan dengan  perhitungan cost pada usaha masyarakat,memang pajak adalah sumber dari dana untuk pembamgunan,namun bagaimana kalau ini justru nantinya membebani masyarakat yang notabene berada pada usaha sektor riil non formal
2.Ektensifikasi pada sektor retribusi inipun juga masih perlu disosialisasikan,ini akan berdampak internal pada pemain lokal,dan eksternal pada calon investor,dan ini juga termasuk pajak daerah natinya.
3..Pada satu sisi yang saya baca pada konsep pembeayaan,penyertaan modal mengalami penurunan,ini akan mengerdillkan BUMD yang ada yang diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pendapan daerah.

KESIMPULANNYA

 Kembali pada perhitungan RAPBD yang ditarget menembus 1 trilyun lebih ini,harus diingat bagaimana kemampuan keuangan pemerintah pusat yang sekarang masih dihadapkan pada nota pembayaran akibat bencana alam yang masih belum bisa kita prediksikan kemungkinan akan membengkak mengingat bencana atau perobahan iklim global in masih mengancam kita.
Mengaharapkan bantuan dana perimbangan sangat diliputi ketidak pastian.
Ingat proporsi 85 % tidak mudah diharapkan.
Yah..ini hanya prediksi saya saja,semoga salah,dan anggaran yang cukup spektakuler pada tahun 2011 dapat terealisir. ( agustaf....dari padepokan inferior nop 23  2010 )

Jumat, 05 November 2010

MENAKAR UU NO 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RAYA (kasus raperda retribusi daerah Kota Surakarta) Oleh : Agustaf twoham



Seperti apa  yang dituangkan pada konsideran dari UU ini esensinya sangat komprehensif,termasuk untuk penataan atau pengaturan ruang jalan kota,ketertiban jalan raya ,keselamatan pengguna jalan dsb (baca UU no 22 th 2009).Ada beberapa daerah yang mencoba untuk melakukan loby kepada pemerintah pusat untuk meminta pengecualian,seperti yang dilakukan DPRD kota Surakarta baru baru ini yang hasilnya tidak seperti yang diharapkan alias ditolak.Dan kesimpulannya harus mentaati UU tersebut.,namun nampaknya usaha untuk meminta pengecualian itu masih akan dilakukan konsultasi lagi ke Kementrian Perhubungan.Pertanyaannya mengapa begitu getolnya Pansus Raperda  DPRD Kota Surakarta   dengan UU No 22 tahun 2009 ini .????

KEPENTINGAN EKONOMI POLITIK
Berbicara masalah ekonomi politik,adalah membicarakan SIAPA MEMPEROLEH APA DAN SIAPA KEHILANGAN APA,inilah yang menjadi kegusaran atau boleh saya katakana lebih operasional lagi yaitu kegagapan para wakil rakyat di kota Solo ini dengan pemberlakuan UU NO 22 Tahun 2009 yang sudah dipastikan akan terjadi resistensi dari rakyat (red ::konsituennya ???).yaah…saya kira ini lumrah dan maklum kalau para wakil rakyat ini cukup berpikir keras bagaimana memperjuangkan kepentingan konsituenmya (maaf begitu saja istilah saya).
Secara teorinya ekonomi politik itu adalah bahwa ekonomi tidak akan seratus persen bebas nilai,pasti ada kepentingan kepentingan nah dari sinilah akhirnya bargaining bargaining politik menjadi mengemuka di tingkat local.
Esensi dari UU NO 22 tahun 2009 ini sebenarnya dalam konsiderannya cukup mengakomodasi tentang kepentingan ekonomi ,karena jalan adalah sebagai sarana roda perekonomian secara makro..Namun menjadi lain ketika pada klausul klausul yang mengatur misalnya larangan parkir dijalan milik pemerintah,seperti jalan nasional,jalan provinsi ini yang menyeret implikasi ekonomis terhadap pengais rejeki dari hasil parker,baik pemerintah sebagai sumber PAD dan masyarakat sebagai pekerja parkir yang mencari makan dari sana.

KASUS DI KOTA SOLO DAN KOTA LAIN
Berdasarkan criteria diatas,maka cukup banyak potensi atau ruang parkir yang selama ini digunakan akan hilang alias dilarang untuk parkir.Sumber yang saya peroleh untuk jalan nasional saja akan kehilangan  7 (tujuh) ruas jalan,dan jalan provinsi sebanyak 10 (sepuluh) ruas jalan (dalam Solopos 6 nop 2010).Lahan ini selama ini potensi ekonomisnya akan hilang,siapa yang merasakan..pasti saja Pemkot sebagai sumberPAD dan para jukir sebagai ladang mencari rejeki untuk menghidupi keluarganya……cukup pusing ya..????
Menurut laporan Pansus yang menangani masalah ini, kota Solo sudah terlanjur menggunakan jalur jalan sebagai kegiatan ekonomi(parkir),artinya jalan  bukan sebagai fungsi yang semestinya.Sebagai perbandingan,seperti di kota Tanggerang semua toko yang berada di ruas jalan  harus merelakan lahannya untuk diundurkan minimal 10 meter  untuk pelayanan parkir.,inilah katanya yang sulit bila dilaksanakan di kota Solo,karena semua ruas jalan sudah  untuk parkir ( ini belum yang digunakan sebagai titik reklame billboard raksasa) cukup menyita ruang public..

TANGIBLE DAN INTANGIBLE COST NYA
Tangible cost nya
Sayangnya saya kurang punya akses untuk mencari data tentang berapa pendapatan dari retribusi parkir ini,namun seberapapun, hilangnya kontribusi PAD dari sector ini pasti cukup signifikan,berdasarkan inventarisasi dari Dishub kalau UU ini diimplementasikan  lahan parkir yang hilang sekitar 80 %,bisa dibayangkan apa dampaknya….pengangguran jukir berapa besarnya dan bagaimana pemkot mencari solusi untuk alih profesi terhadap mereka,saya membayangkan ini tidak semudah membalik tangan.
Intangible cost nya
Problem ini yang saya kira akan cukup membawa implikasi yang cukup krusial,karena ini costnya tidak diukur secara material,namun akan bersinggungan dengan kepentingan yang cukup kompleks seperti :
1.Kalau pemkot dan legislatifnya tidak bisa mencarikan solusi dan paling tidak mensosialisasikan kepada pihak yang berkepentingan,baik kepada pekerja parkir yang kehilangan lahan pekerjaan,dan pengguna fasilitas parkir pasti akan kesulitan akses untuk parkir.dan kemudian bagi penyedia jasa /pemilik usaha akan sepi karena sulitnya akses parkir..Beayanya adalah tudingan masalah keberpihakan yang tidak ada dari pemkot,aspirasi yang harus diperjuangkan kepada  konsituen dari masing masing politisi..
2.Keresahan social akibat timbulnya pengangguran,meskipun proporsinya tidak begitu besar secara kwantitatif,namun secara kwalitatif konflik politisnya cukup menjadi perhatian.. Pengalaman selama ini keresahan social akibat kesenjangan ekonomi akan memicu  masalah social dan bisa berlaut larut kalau tidak segera ditanggapi..
PANTANG MUDUR
Pansus DPRD (Pansus Raperda Retribusi Daerah) nampaknya tidak pantang mundur,konon akan dilanjutkan dengan konsultasi lagi yang kali ini dengan Departemen Perhubungan untuk meminta pengecualian,setelah konsultasi yang pertama kepada Kementrian Keuangan ditolak.
Semoga berhasil,dan bisa memberikan argument yang jelas tegas dan jujur ( pinjem istilahnya Pong harjatmo).dari” Mas agak gundul sedikit,” Nop 2010.Sekian,mohon maaf.

SETENGAH HATINYA SINERGITAS ELEMEN STRATEGIS PEMBERANTASAN KEMISKINAN

Tulisan ini terpicu oleh setelah saya membaca koran Solopos yang meliput sebuah acara Seminar baru baru ini di The Sunan Hotel dengan tema : Mensinergikan CSR  antara strategi membangun  Awareness Perusahaan dan dan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat (Solopos  rabu  3 nop 2010)
Dari temanya saja ini sudah cukup memberikan harapan  bahwa pemberdayaan ekonomi kerakyatan/pemberantasan kemiskinan akan terjamin dan paling tidak ada sebuah titik terang bagaimana mengatasi kemiskinan.
Konsep CSR ini sebenarnya adalah sebuah wujd pertanggungjawaban moril ekonomis pengusaha yang sudah mapan bagaimana bisa bersinergi dengan pelaku ekonomi sektor informal(ekonomi sirkuit bawah) dan tentu saja juga ada pendamping politis yaitu posisi dan peran Pemerntah yang mempunyai peran dan fungsi sebagai ...pengatiur.pelayanan ,dan pemberdayaan.
.Tetapi apa yang terjadi dlalam diskusi pada senminar yang dihelat kemarin itu..????...masih terdapat benang kusut yang harus  masih perlu diurai.serta pertanyaan besar dan tidak sehat Yaitu " Bahwa tiga elemen strategis yaitu  pemerintah,swasta dan masyarakat masih belum ada sebuah sinergitas yang baik,sehingga konsekuensinya adalah sasaran dan niat luhur yang ada dalam konsep pilar strategis ini :mlempem tidak berjalan,dan bahkan saling menunggu,dan akhirnya sasaran dari program ni masing melayang layang diudara alias tidak membumi......Trus siapa yang  harus disalahkan atau dikritik.
Bagaimana membagi peran

Pertanyaan ini sebenarnya kurang menggigit ,karena konsep atau straegi ini sudah cukup lama dibuat,hanya konsistensinya yang masih kabur,dari pihak swasta masih menuding pemerintah terlalu pasif kurang greget dan bahkan untk kegiatan sosialisasi saja dirasa masih minim apalagi sebagai penyelenggara tidak memiliki konsep strategi yang dapat memberikan data yang akurat terhadap sasaran CSR.
Belum adanya guiden line dari pemerintah(Kota) inilah yang banyak dituding pihak CSR yang menjadikan program ini tidak berjalan.,dan lebih lebih lagi pemerintah tidak piawai dalam mengarahkan sinergitas elemen CSR ini.
Kemitraan tidak berjalan
Sebuah kasus yang dihadapi oleh salah satu perusahaan yang harus bermitra dengan petani untuk permintaan jahe misalnya,masih menghadapi hal yang menyulitkan perusahaan yaitu tingginya harga jahe,ini menurutnya karena kurang/minimnya pembinaan,pengawasan dan pengendalan  dan kontrol pasar dari pemerintah yang masih kurang.
Bagaiamana kedepan yang seharusnya dibenahi
Masing masing elemen menurut saya harus konsekuen dan peka serta segera  menyusun SOP,menjalankan peran strategisnya sebagai pemerintah yaitu terutama pada fungsi pemberdayaan,regulasi,serta pelayanan.Program program yang melekat di masing masing satker memahami dan familiar dengan program sinergitas pemeberantasan  kemiskinan ini,sementara pelaku usaha juga konsisiten dan tidak setengah setengah,apalagi  selalu mengeluh,dan yang terakhir masyarakat.
Masih ada titik terang
Dari apa yang dilaporkan oleh Assisten Sekda Prov ,sebetulnya sinergitas ini katanya sudah berjalan dan selelu mengevaluasi dan koordinasi dengan sejumlah kurang lebih 50 BUMN dan BUMD yang konon katanya sudah merealisasikan sekitar 32 milyar yang sudah disalurkan oleh CSR.
Sementara untu kota sol sedang akan dibentukBUMM (Badan Usaha Milik Masyarakat) baik tingkat RT maupu Kalurahan.,yang diharapakan akan terjadi sinergitas yang benar benar sinergis diantara tiga pilar strategis ini nanti....( red :.kita tunggu realisasinya)
Demikian sekilas urun rembug atau apapaun namanya,tapi kata kunci dari kebijakan ini adalah sinergitas yang solid menjadi hal yang wajib.( agak gundul sedikit. dari lembah nestapa okt 2010)