Kamis, 15 November 2012

Selasa, 23 November 2010

over asumsi ( KUA PPAS KOTA SURAKARTA TH 2011)

KUA PPAS RAPBD Kota Surakarta tahun 2011,:menembus 1(satu)  trilyun bahkan konon mungkin akan bertambah,demikian yang saya baca di harian Solopos baru baru ini.Sebuah asumsi dan target yang spektakuler.
sebagai sebua keputusan/kebijakan yang dibicarakan antara eksekutif dan legislatif ini memberikan harapan yang cukup menggembirakan,karena dengan anggaran yang sedemikian besar dengan junmlah penduduk kursng lebih mendekati 600000.jiwa,paling tidak nanti semua kegiata akan dirasakan oleh rakyat.
Masih banyak program program publik yang harus diintervensi melalui instrumen kebijakan anggaran ini,baik itu upaya pengentasan kemiskinan,penggagguran,perbaikan prasarana kota,kesehatan dan masih banyak lagi yang lainnya..
Oke hal diatas paling tidak yang dapat kita ketahui,ini sebuah ekspektasi yang luar biasa,karena paling tidak apa yang menjadi misi pemerintah dala mewujudkan pembangunan akan berjalan,karena pundi pundi itu paling tidak membuat kita akan lebih optimis.
Namun...ini sebuah pertanyaan mendasar...yaitu...apakah pundi pundi itu sudah pasti,dalam arti asumsi itu mendekati kepastian untuk nantinya.Angka angka itu masih berupa perhitungan/asumsi yang didasarkan pada kinirja tahun sebelumnya,asumsi itu masih dibayangi oleh sustu ketidak pastian.Mengapa demikian. 
Coba kita menegok atau mengintip sebentar proporsi yang ada dalam item item angka yang ada selama ini,seperti dari indikator pendapatan.belanja,dan pembeayaan .Misalnya pada pendapatan khususnya dalam rancangan APBD itu angka yang ditargetkan  sebesar 152 milyar dimana komponen ini adalah yang akan dihasilkan dari PAD (pajak,retribusi dan pendapatan lain yang syah.).angka ini sangat tidak signifikan sebagai sebuah kontribusi dalan APBD,artinya bahwa sumber lain masih banyak mengharapkan dari pusat,dan persentasenya sangat tidak realistis.
Rtinya masih swekian persen ( 85%) masih menggantungkan dana ari APBN,meskipun menerut saya hal ini sudah tidak mengherankan toh otonomi daerah yang berjalan sekarang bukan otonom dalam bidang fiskalnya,daerah daerah lainpun ada yang rumah tangganya masih banyak disubsidi oleh pusat.
Obsesi yang berlebihan
Mari kita menegok RPJMD 2010 - 2015 Walokota Surakarta sebagai pengejawatahan/operasionalitas dari VIsi mereka ketika ingin dipilih kembali pada periode kedua masa bhaktinya mendatang, seperti dalam komitmennya  menuju ekonomi kerakyatan dsbnya,belum dalam komplain BPKMS misalnya yang kalau di evaluasi pasti ada/boleh  jadi dikatakan tidak terlalu tepat sasaran..
Memang pendulum yang bergoyang sekarang tidak pada pembangunan fisik,namun akan lebih pada pemberdayan ekonomi,namun pada satu sisi walikotasangat getol akan menyulap Solo menjadi kota hutan.....pertanyaannya ini kan juga sama saja bhawa obsesesi pembangunan fisik tetap berlanjut..Kemudian isu lainnya seperti pembentukan karakter budaya,ini malah sangat abstrak,dan apabila diimplementasikan juga sulit...harus dimulai dari mana,karena harus diakui bahwa kita ini sebenarnya sudah terkontaminasi budaya global....budaya lokal menjadi inferior.
POSTUR RAPBD 2011

Sekilas saya membaca dalam harian Solopos,dilaporkan tentang komponen APBD yang meliputi Pendapatan,Belanja<dan Pembeayaan.,nampak proporsi yang sangat over estimate atau asumsi yang seolah seolah dana itu nati akan terwujud (bukankah pundi APBD itu masih berupa pepesan kosong),saya katakan demikian itu karena pada pembahasan yang dilakukan asumsinya adalah beragkat dari kinerja tahun sebelumnya........padahal proporsi dana yang dapat diperoleh sendiri itupun hanya sedikit dalam menyumbang APBD (15 % ) dari PAD,terus bagaimana dengan dana yang sifatnya kita menengadahkan tangan ke pusat ketika APBN sendiri sangat payah untuk tahun mendatang,karena banyak dana yang harus diprrioritas pada upaya recovery akibat bencana alam yang bertubi tubi yang notabene akan menguras dana itu .
Implikasi dari bencana alam ini tentu aja pemerintah pusat akan lebih mementingkan upaya pemulihan akibat bencana alam yang tidak sedikit..Bahkan berita yang saya dapatkan bahwa pada 10 bulan terakhir ini pusat sudah berhutang cukup banyak sekitar hampir 150 trilyun rupiah..Jadi harapan dana perimbangan itu bisa jadi menjadi permasalan kedepan dalam hitungan APBD kota Surakarta nantinya.
SOLUSI HUTANG DAN MENGGENJOT PADIni mungkin jurus terakhir atau menjadi atau sebuag spekulasi,maka kalau ini yang dilakukan seperti dalam pembeayaan pembangunan RSUD yang harus mengambil hutang,meskipun mungkin akan mengorbankan program pelangi yang bernama BKPMS,toh juga masih menemui kendala,yaitu dana yang dijanjikan pusat sebesar 7 milyar pun sampai sekarang belum nampak bayangannya..Selanjutnya akan coba prediksi apabila strategi daiatas yang menjadi piihan,maka implkasi yang akan menyeret pada permasakaan baru munmgkin adalah

1.Menggenjot PAD,ini tidak mudah sebab akan berhadapan dengan  perhitungan cost pada usaha masyarakat,memang pajak adalah sumber dari dana untuk pembamgunan,namun bagaimana kalau ini justru nantinya membebani masyarakat yang notabene berada pada usaha sektor riil non formal
2.Ektensifikasi pada sektor retribusi inipun juga masih perlu disosialisasikan,ini akan berdampak internal pada pemain lokal,dan eksternal pada calon investor,dan ini juga termasuk pajak daerah natinya.
3..Pada satu sisi yang saya baca pada konsep pembeayaan,penyertaan modal mengalami penurunan,ini akan mengerdillkan BUMD yang ada yang diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pendapan daerah.

KESIMPULANNYA

 Kembali pada perhitungan RAPBD yang ditarget menembus 1 trilyun lebih ini,harus diingat bagaimana kemampuan keuangan pemerintah pusat yang sekarang masih dihadapkan pada nota pembayaran akibat bencana alam yang masih belum bisa kita prediksikan kemungkinan akan membengkak mengingat bencana atau perobahan iklim global in masih mengancam kita.
Mengaharapkan bantuan dana perimbangan sangat diliputi ketidak pastian.
Ingat proporsi 85 % tidak mudah diharapkan.
Yah..ini hanya prediksi saya saja,semoga salah,dan anggaran yang cukup spektakuler pada tahun 2011 dapat terealisir. ( agustaf....dari padepokan inferior nop 23  2010 )

Jumat, 05 November 2010

MENAKAR UU NO 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RAYA (kasus raperda retribusi daerah Kota Surakarta) Oleh : Agustaf twoham



Seperti apa  yang dituangkan pada konsideran dari UU ini esensinya sangat komprehensif,termasuk untuk penataan atau pengaturan ruang jalan kota,ketertiban jalan raya ,keselamatan pengguna jalan dsb (baca UU no 22 th 2009).Ada beberapa daerah yang mencoba untuk melakukan loby kepada pemerintah pusat untuk meminta pengecualian,seperti yang dilakukan DPRD kota Surakarta baru baru ini yang hasilnya tidak seperti yang diharapkan alias ditolak.Dan kesimpulannya harus mentaati UU tersebut.,namun nampaknya usaha untuk meminta pengecualian itu masih akan dilakukan konsultasi lagi ke Kementrian Perhubungan.Pertanyaannya mengapa begitu getolnya Pansus Raperda  DPRD Kota Surakarta   dengan UU No 22 tahun 2009 ini .????

KEPENTINGAN EKONOMI POLITIK
Berbicara masalah ekonomi politik,adalah membicarakan SIAPA MEMPEROLEH APA DAN SIAPA KEHILANGAN APA,inilah yang menjadi kegusaran atau boleh saya katakana lebih operasional lagi yaitu kegagapan para wakil rakyat di kota Solo ini dengan pemberlakuan UU NO 22 Tahun 2009 yang sudah dipastikan akan terjadi resistensi dari rakyat (red ::konsituennya ???).yaah…saya kira ini lumrah dan maklum kalau para wakil rakyat ini cukup berpikir keras bagaimana memperjuangkan kepentingan konsituenmya (maaf begitu saja istilah saya).
Secara teorinya ekonomi politik itu adalah bahwa ekonomi tidak akan seratus persen bebas nilai,pasti ada kepentingan kepentingan nah dari sinilah akhirnya bargaining bargaining politik menjadi mengemuka di tingkat local.
Esensi dari UU NO 22 tahun 2009 ini sebenarnya dalam konsiderannya cukup mengakomodasi tentang kepentingan ekonomi ,karena jalan adalah sebagai sarana roda perekonomian secara makro..Namun menjadi lain ketika pada klausul klausul yang mengatur misalnya larangan parkir dijalan milik pemerintah,seperti jalan nasional,jalan provinsi ini yang menyeret implikasi ekonomis terhadap pengais rejeki dari hasil parker,baik pemerintah sebagai sumber PAD dan masyarakat sebagai pekerja parkir yang mencari makan dari sana.

KASUS DI KOTA SOLO DAN KOTA LAIN
Berdasarkan criteria diatas,maka cukup banyak potensi atau ruang parkir yang selama ini digunakan akan hilang alias dilarang untuk parkir.Sumber yang saya peroleh untuk jalan nasional saja akan kehilangan  7 (tujuh) ruas jalan,dan jalan provinsi sebanyak 10 (sepuluh) ruas jalan (dalam Solopos 6 nop 2010).Lahan ini selama ini potensi ekonomisnya akan hilang,siapa yang merasakan..pasti saja Pemkot sebagai sumberPAD dan para jukir sebagai ladang mencari rejeki untuk menghidupi keluarganya……cukup pusing ya..????
Menurut laporan Pansus yang menangani masalah ini, kota Solo sudah terlanjur menggunakan jalur jalan sebagai kegiatan ekonomi(parkir),artinya jalan  bukan sebagai fungsi yang semestinya.Sebagai perbandingan,seperti di kota Tanggerang semua toko yang berada di ruas jalan  harus merelakan lahannya untuk diundurkan minimal 10 meter  untuk pelayanan parkir.,inilah katanya yang sulit bila dilaksanakan di kota Solo,karena semua ruas jalan sudah  untuk parkir ( ini belum yang digunakan sebagai titik reklame billboard raksasa) cukup menyita ruang public..

TANGIBLE DAN INTANGIBLE COST NYA
Tangible cost nya
Sayangnya saya kurang punya akses untuk mencari data tentang berapa pendapatan dari retribusi parkir ini,namun seberapapun, hilangnya kontribusi PAD dari sector ini pasti cukup signifikan,berdasarkan inventarisasi dari Dishub kalau UU ini diimplementasikan  lahan parkir yang hilang sekitar 80 %,bisa dibayangkan apa dampaknya….pengangguran jukir berapa besarnya dan bagaimana pemkot mencari solusi untuk alih profesi terhadap mereka,saya membayangkan ini tidak semudah membalik tangan.
Intangible cost nya
Problem ini yang saya kira akan cukup membawa implikasi yang cukup krusial,karena ini costnya tidak diukur secara material,namun akan bersinggungan dengan kepentingan yang cukup kompleks seperti :
1.Kalau pemkot dan legislatifnya tidak bisa mencarikan solusi dan paling tidak mensosialisasikan kepada pihak yang berkepentingan,baik kepada pekerja parkir yang kehilangan lahan pekerjaan,dan pengguna fasilitas parkir pasti akan kesulitan akses untuk parkir.dan kemudian bagi penyedia jasa /pemilik usaha akan sepi karena sulitnya akses parkir..Beayanya adalah tudingan masalah keberpihakan yang tidak ada dari pemkot,aspirasi yang harus diperjuangkan kepada  konsituen dari masing masing politisi..
2.Keresahan social akibat timbulnya pengangguran,meskipun proporsinya tidak begitu besar secara kwantitatif,namun secara kwalitatif konflik politisnya cukup menjadi perhatian.. Pengalaman selama ini keresahan social akibat kesenjangan ekonomi akan memicu  masalah social dan bisa berlaut larut kalau tidak segera ditanggapi..
PANTANG MUDUR
Pansus DPRD (Pansus Raperda Retribusi Daerah) nampaknya tidak pantang mundur,konon akan dilanjutkan dengan konsultasi lagi yang kali ini dengan Departemen Perhubungan untuk meminta pengecualian,setelah konsultasi yang pertama kepada Kementrian Keuangan ditolak.
Semoga berhasil,dan bisa memberikan argument yang jelas tegas dan jujur ( pinjem istilahnya Pong harjatmo).dari” Mas agak gundul sedikit,” Nop 2010.Sekian,mohon maaf.

SETENGAH HATINYA SINERGITAS ELEMEN STRATEGIS PEMBERANTASAN KEMISKINAN

Tulisan ini terpicu oleh setelah saya membaca koran Solopos yang meliput sebuah acara Seminar baru baru ini di The Sunan Hotel dengan tema : Mensinergikan CSR  antara strategi membangun  Awareness Perusahaan dan dan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat (Solopos  rabu  3 nop 2010)
Dari temanya saja ini sudah cukup memberikan harapan  bahwa pemberdayaan ekonomi kerakyatan/pemberantasan kemiskinan akan terjamin dan paling tidak ada sebuah titik terang bagaimana mengatasi kemiskinan.
Konsep CSR ini sebenarnya adalah sebuah wujd pertanggungjawaban moril ekonomis pengusaha yang sudah mapan bagaimana bisa bersinergi dengan pelaku ekonomi sektor informal(ekonomi sirkuit bawah) dan tentu saja juga ada pendamping politis yaitu posisi dan peran Pemerntah yang mempunyai peran dan fungsi sebagai ...pengatiur.pelayanan ,dan pemberdayaan.
.Tetapi apa yang terjadi dlalam diskusi pada senminar yang dihelat kemarin itu..????...masih terdapat benang kusut yang harus  masih perlu diurai.serta pertanyaan besar dan tidak sehat Yaitu " Bahwa tiga elemen strategis yaitu  pemerintah,swasta dan masyarakat masih belum ada sebuah sinergitas yang baik,sehingga konsekuensinya adalah sasaran dan niat luhur yang ada dalam konsep pilar strategis ini :mlempem tidak berjalan,dan bahkan saling menunggu,dan akhirnya sasaran dari program ni masing melayang layang diudara alias tidak membumi......Trus siapa yang  harus disalahkan atau dikritik.
Bagaimana membagi peran

Pertanyaan ini sebenarnya kurang menggigit ,karena konsep atau straegi ini sudah cukup lama dibuat,hanya konsistensinya yang masih kabur,dari pihak swasta masih menuding pemerintah terlalu pasif kurang greget dan bahkan untk kegiatan sosialisasi saja dirasa masih minim apalagi sebagai penyelenggara tidak memiliki konsep strategi yang dapat memberikan data yang akurat terhadap sasaran CSR.
Belum adanya guiden line dari pemerintah(Kota) inilah yang banyak dituding pihak CSR yang menjadikan program ini tidak berjalan.,dan lebih lebih lagi pemerintah tidak piawai dalam mengarahkan sinergitas elemen CSR ini.
Kemitraan tidak berjalan
Sebuah kasus yang dihadapi oleh salah satu perusahaan yang harus bermitra dengan petani untuk permintaan jahe misalnya,masih menghadapi hal yang menyulitkan perusahaan yaitu tingginya harga jahe,ini menurutnya karena kurang/minimnya pembinaan,pengawasan dan pengendalan  dan kontrol pasar dari pemerintah yang masih kurang.
Bagaiamana kedepan yang seharusnya dibenahi
Masing masing elemen menurut saya harus konsekuen dan peka serta segera  menyusun SOP,menjalankan peran strategisnya sebagai pemerintah yaitu terutama pada fungsi pemberdayaan,regulasi,serta pelayanan.Program program yang melekat di masing masing satker memahami dan familiar dengan program sinergitas pemeberantasan  kemiskinan ini,sementara pelaku usaha juga konsisiten dan tidak setengah setengah,apalagi  selalu mengeluh,dan yang terakhir masyarakat.
Masih ada titik terang
Dari apa yang dilaporkan oleh Assisten Sekda Prov ,sebetulnya sinergitas ini katanya sudah berjalan dan selelu mengevaluasi dan koordinasi dengan sejumlah kurang lebih 50 BUMN dan BUMD yang konon katanya sudah merealisasikan sekitar 32 milyar yang sudah disalurkan oleh CSR.
Sementara untu kota sol sedang akan dibentukBUMM (Badan Usaha Milik Masyarakat) baik tingkat RT maupu Kalurahan.,yang diharapakan akan terjadi sinergitas yang benar benar sinergis diantara tiga pilar strategis ini nanti....( red :.kita tunggu realisasinya)
Demikian sekilas urun rembug atau apapaun namanya,tapi kata kunci dari kebijakan ini adalah sinergitas yang solid menjadi hal yang wajib.( agak gundul sedikit. dari lembah nestapa okt 2010)

Sabtu, 23 Oktober 2010

UNDANG UNDANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DAN KEBUNGKAMAN BADAN PUBLIK YANG MASIH BERBAJU BESI...


oleh Agustaf Twoham pada 23 Oktober 2010 jam 7:50
Sudah dilahirkan sebuah undang undang tentang keterbukaan informasi publik yaitu UU Nomor 14 tahun 2008,yang pada esensinya bahwa keterbukaan dan penyebarluasan informasi tentang kinerja badan publik adalah hak absolut dari masyarakat yang notabene yang paling memilki hak untuk kebutuhan informasi tenytang apa yang telah dan akan dilakukan pemeintah.

Hak publiki ini sebenarnya sudah menjadi komitmen semenjak negara ini merdeka dan di bentuk,yaitu seperti apa yang tersurat pada UUD 1945 pasal 28 (f),karena informasi dan keterbukaan mendapatkan pengetahuan dan kedaukatan untuk mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tertulis adalah menjadi bagian hak dari bangsa ini.Jadi sekali lagi sebenarnya hal ini sudah seharusnya bukan menjadi hal baru,namun...tetapi mengapa dalam praktiknya masih ada ganjalan,keengganan khususnya yang "kawogan" atau pemerintah untuk enggan terbuka (Solopos 23 okt 2010),memberitakan juga hasil sebuah diskusi yang dihelat oleh sebuah LSM ,yang menyoroti implementasi UU KIP ini.Dan nampakanya ada benang merah yang masih belum terurai....Pemerintah masih pakai baju besi yang sulit ditembus.

 Budaya amtenar
abirokrasi kita ini kalau tidak mau memungkiri masih mewarisi sistim yang agak sedikit sisa sisa feodalismenya,ditambah warisan ordebaru ,walaupun sudah dilakukakan reformsi,namun praktiknya dan implementasinya masih belum membumi.Sebagai cerita saja apa yang sudah dilakukan oleh PATTIRO yang sebenarnya hanya ingin menciba sejauh mana pemahaman makna dari UU KIP dan telah dilakukan uji akses terhadap kebutuhan informasi.Hasilnya ternyata masih belum seperti yang diharapkan.
Ini lucunya lagi masih ada badan publik yang bingung(enggan)untuk menyampaikan informasi yang dimohon oleh masyarakat dengan dalih ini rahasia negara.
Memang dalam UU KIP itu tidak sangat absolut dalan liberal dalam arti semua informasi bisa dicurahkan,masih ada kreteria kriteria informasi yang dikecualikan apabila informasi itu lebih banyak merugikan kepentingan yang lebih besar apabila disampaikan.
Tetapi setidaknya komitmen dan merasa punya kewajiban untuk memberikan informasi itu sudah harus bukan menjadi hal yang seolah olah "tabu" dengan atas nama "menjaga rahasia negara"

Perlu pemahaman persepsi yang sama

Saya kira UU KIP ini bukan binatang aneh apalagi bagi negara kita yang berlabel "demokrasi",keterbukaan informasi itu sudah diisyarakatkan pada UUD 1945 bahwa keterbukaan informasi publik ini akan membawa kepada hal trasparansi,akuntabilitas,serta yang lebih penting adalah  dalam rangka mencerdaskan dan mengasah daya kritis masyarakat dalam arti yang positif..Makanya saya jadi geli ketika membaca koran Solopos yang meliput sebuah diskusi tentang kesiapan implementasi UU KIP ini,koq ya masih ada cap atau paling tidak interpretasi bahwa pemerintah masih enggan terbuka..
Kembali lagi kepada hasil uji akses yang dilakukan PATTIRO yang menyimpulkan bahwa bahwa dari sampel beberapa SKPD atau Badan Publik dikatakan belum siap melaksanakan undang undang keterbukaan informasi ini....pertanyaannya...apa badan publik ini masih ragu ragu/takut,atau belum siap dan lebih celaka lagi kalau ini dikarenakan masalah budaya ketertutupan itu.....

Masih perlu persiapan yang komprehensif
Oke,saya akan agak lebih proporsional dan toleransi kalau UU KIP ini masih belum familiar bagi yang seharusnya wajib menyampaikan informasi (pasal 7)...memang masih perlu disiapkan segala sesuatunya seoperti pedoman pelaksanaannya,lembaganya,bahkan infrastrukturnya,tapi yang lebih penting adalah cultur keterbukaan (dalam arti informasi yang bukan dikecualikan).Ini harus dipahami dan jangan merasa gusar dulu,dan pemegang kekuasaan/pejabat segera membentuk perangkat regulasinya,standard operating prosedurnya.Dalam aturan atau pedoman pelaksanaan UU KIP ini tertuang pada Permendagri Nomor 35 tahun 2010.disitu sudah jelas,maka seharusnya segera diimplementasikan disiapkan,sehingga tidak ada alasan pemerintah masihmenyiapakan aturannya.Ingat informasi publik disamping sebagai kebutuhan pokok masyarakat,sebenarnya akan memberikan ekspektasi bagi pemerintah akan adanya kontrol da mungkin kritik yang membangun,sehingga resistensi/penolakan penolakan tidak akan ada lagi.
Sebagai penutup saya hanya mengharapkan budaya ketertutupan dan mental amtenar feodal apalagi sifat sifat orde baru sudah seharusnya ditinggalkan dan dikubur dalam dalam..Percayalah tida ada rakyat yang akan mencelakakan pemerintahnya/pemimpinnya
(sekian,semoga bermanfaat...dari "agak gundul sedikit"okt 2010,masih di goa hantu.

Sabtu, 18 September 2010

UNTUK SIAPA APMCHUD

Mungkin masih banyak masyarakat yang kurang mengerti apa sebenarnya APMCHUD itu,dan mengapa diselenggarakan di kota Solo.Bahkan banyak kalangan yang acuh tak acuh karena maksudnya saja kurang mengerti.Pemkot Solo kurang mensosialisasikan apalagi menmberikan penertian dari APMCHUD itu bahkan artinya dalam bahasa Indonesianya.
Konferensi menteri menteri se Asean ditambah beberapa negara itu seharusnya menghasilkan suatu model bagaimana pemerintah kota surakarta khususnya dalam membuat sebuah kebijakan permukiman bagi rakyat kecil.Memang pada masa jabatan kedua atau kabinet Jokowi-Rudy jilid dua ini telah meletakkan semacam platform misi yang boleh dikatakan pro poor,seperti "ekonomi kerakyatan,eco cultural city,dan pengembangan nilai nilai budaya.
Tetapi nampaknya bila nanti kita bisa mencermati profil APBD nya untuk tahun 2011,sudah bisa ditebak bahwa konsistensi terhadap rekomendasi dari konferensi APMCHUD yang baru lalu pasti tidak membumi,alias abu abu dan tidak tegas.
Menurut saya tiga prioritas RPJMD  2010-2015 yang sedang disusun itupun dalam implementasinya nanti pasti akan lebih tersedot pada kegiatan kegiatan yang sifatnya tidak recovery dan ekspektasi ekonominya tidak ada.
Konsep ekonomi kerakyatan itu saja modelnya tidak jelas dari mana nanti suntikan dananya.(lihat kebijakan APBD yang berimbang) dan tidak berani :defisit adalah sudah menunjukkan bahwa program ini nantinya tidak akan menggigit.Menurut saya mengapa harus takut  defisit ???...Pertanyaannya...bagaimana dengan APMCHUD berapa proporsinya,signifikan nggak.????.(agustaf,lembah hip hop,september 2010)