Selasa, 27 April 2010

KEKUATAN PARTAI ATAU FIGUR

MENGAPA JO DY MENANG TELAK

PENGANTAR

Perhelatan atau apapun namanya yang akan diistilahkan yang jelas pemilukada kota surakarta tahun 2010 sudah berlalu (sebetulnya sudah selesai jauh jauh hari) .Dan betul ramalan beberapa kalangan ketika Jokowi memastikan dirinya maju,yang sebelumnya masih membuat teka teki (red::entah itu bagian dari strateginya),tapi nyatanya maju juga,maka  banyak yang mengatakan bahwa sejatinya pemilukada sudah usai.Apa artinya sudah usai,jelas bahwa  hitungan politik kalau sosok aneh ini maju bahkan ada stigma berpasangan dengan siapapun dia pasti akan menang.

PDIP sebagai pengusung utama sosok jokowi ini sebenarnya agak “was was” kalau benar apa yang menjadi rumors bahwa si jokowi  ini akan pensiun karena desakan /tidak mendapat dukungan dari keluarganya..Tapi akhirnya  toh maju juga,dan pasti ini membuat  partai utama pengusung (red: PDIP) ini pasti menjadi lega,dan saya jadi berpikir kalau begitu bergaianing ataupun namanya,ini bisa dikatakan bahwa sebetulnya pada peta pilkada 2010 ini sejatinya yang menumpang adalah partai pengusung utamanya yaitu PDIP.Hal ini logis bahwa dalam intern PDIP nampaknya belum siap dengan kadernya sendiri ( ingat dong dari mana jokowi itu sebelumnya ,dia hanyalah seorang pengusaha sukses dan bukan kader tulen yang dilahirkan dari kawah condro dimukonya PDIP)

Ya sudahlah itu bagian dari sejarah dan proses demokratisasi,yang jelas sosok incumbent ini menjadi moncer dan akhirnya menang lagi dengan sangat spektakuler,entah penantangnya belum layak untuk bertanding dengan sekelas jokowi atau factor lainnya yang menjadi penyebabnya.

MENGAPA SEBEGITU SPEKTAKULER MENANGNYA

89,96%( kemenangan incumbent,solopos 27 April 2010),ini angka yang cukup membawa dampak psikologis utamanya bagi sang penantang ang notabene diusung oleh partai penguasa di pemerintah pusat yaitu Partai Demokkrat dan ditambah lagi didampingi oleh Partai Golkar serta beberapa partai partai minimalis lainnya.Secara hitungan matematis seharusnya kekalahan itu tidak sedemikian fatalnya, pertarungan head to head ini.ibarat sebuah pertandingan tinju ini mestinya cukup menarik untuk ditonton,tetapi nyatanya hanya sedemikian singkatnya.
Mencermati fenomena diatas nampaknya sangat menarik untuk kita analisis dan evaluasi dengan sebuah pertanyaan mendasar magnet apakah yang dimiliki incumbent,atau memang factor posisi incumbent itu sendiri yang menjadi penyebabnya.karena bisa jadi ini menjadikan kebakaran jenggot bagi Partai Demokrat yang cukup mendapatkan suara yang signifikan ketika pemilu legislatif,namun ketika yang diadu figur menjadi lain faktanya,bahkan sang penantang baik calon walikota maupun wakilnya saja kalah di TPSnya sendiri,Mari kita urai dan kaji dimana letak salahnya .

MENENGOK POLA DAN STRATEGI PEMENANGAN DARI MASING MASING CALON.

1.Pengenalan melalui pemasangan baliho,rata rata dari masing masing kubu sepertiya sama dalam hal pemyampaian dan pelanggarannya,masing masing saling “jor joran” pola ini merupakan model yang biasa dalam upaya pengenalan dan promosi.
2.Konten dari isi baliho, klasik dan latah untuk mengobral janji janjinya.isu ekonomi kerakyatan,dana pensiun dan lain sebagainya yang pada intinya memberikan sebuah perubahan bagi kesejahteraan rakyat.Jadi tidak ada bedanya dan kata kunci program program pro poor melekat semua disana.
3.Pada sesi dialog /debat calon,juga sama sama mengangkat isu pro poor,hanya ada bedanya pada penajaman isu pokoknya saja,tetapi substansinya sangat datar dan tidak menunjukan komparasi dari masing masing kandidat.Dan bahkan sesi debat calon yang digelar insitusi formalnya yaitu KPUD incumbent tidak hadir dengan alasan yang tidak simpatik bagi sebuah proses yang harus dilalui hanya dengan alasan moderator yang tidak sesuai kesepakatan,itu saja dibantah oleh sang moderator yang disebut sebut yang merasa jadi korban karena yang bersangkutan sebenarnya tidak diundang oleh KPUD,dan anehmya KPUD sendiri seolah tanpa beban dan dengan adanya sanggahan calon moderator yang dicatut namanya itu tidak membawa implikasi psikis bagi masyarakat,atau paling tidak mengangkat  simpatik masyarakat bagi calon dari pasangan WI DI.
Sekarang marilah kita review jurus dan taktik dari masing masing calon walikota/wakil selama masa kampanye.
Pola kampamye incumbent

Pola yang dilakukan incumbent,ini nampaknya cukup berhasil yaitu memadukan antara strategi kebijakan yang disampakan yaitu melalui ,pertama: manajemen  branding kedua ::manajemen produk ketiga : manajemen customer.pola ini yang nampaknya dilakukan oleh incumbent,seperti branding,dia berusaha mengupayakan branded ini dalam rangka memperoleh positioning dalam mempengaruhi pemilihnya (red : kelebihan ini sebetulnya
Tidak perlu repot repot toh karakteristik militan dari konsituennya sudah establish),tetapi bagi flooting mass ini cukup strategis.Contoh konkrit dari strategi branding ini adalah hasil hasil yang telah dikerjakan selama ini dengan mengklaim sebagai sebuah fenomena adanya perubahan dibanding masa masa sebelumnyaPada tataran konsep/teori seperti yang saya jadikan referensi seperti.dalam otonomi daerah..net,(dalam blog agustafswblogspot.com) menyebutkanDi sektor publik, diakui atau tidak, dengan penerapan otonomi daerah dan semakin nyata serta meluasnya trend globalisasi saat ini, daerah pun harus saling berebut satu sama lain dalam hal:
- Perhatian (attention)
- Pengaruh (influence)
- Pasar (market)
- Tujuan Bisnis & Investasi (business & investment destination)
- Turis (tourist)
- Tempat tinggal penduduk (residents)
- Orang-orang berbakat (talents), dan
- Pelaksanaan kegiatan (events)
Taktik demikianlah kira kira yang dilakukan oleh incumbent dengan pola pencitraan terhadap kerja nyata yang telah dilakukan selama masa bakti nya.Secara psikis model kampanye dengan menunjukkan hasil ,maka akan lebih mudah untuk mempengaruhi massa,bahkan mungkin bisa dengan leluasa juga membungkus/kamuflase kampanye dengan lewat program yang masih ditanganni lewat instrumen APBD nya.
Pola kampanye sang penantang (chalenger)

Tatkik dan pola kampanye dari kubu WI DI ini agak kurang popular.disamping juga belum bisa menunjukkan secara konkrit dari hasil yang telah dilakukan,seharusnya pada kondisi sebagai new comer dia bisa menunjukkan sebuah terobosan terobosan yang paling tidak mampu menghipnotis para konsituennya.konnyolnya lagi adalah pola bagi bagi sembako justru pasangan ini memjadi tidak popular,isu money politic menjadi boomerang dan kegiatan kegiatan silahturahmi kepada elemen elemen ormas juga nampaknya kurang efektif.Payahnya lagi partai yang menjadi mitra koalisinya sepertinya hanya setengah hati,sehingga nampak partai Demokrat ini hanya one man show saja.Isu primordialisme dan isu reformasi birokrasi yang menjadi porsi sang calon wakil juga kurang konkrit sebagai sebuah upaya perubahan.
Dari lingkungan eksternal,pasangan ini sudah mendapat stigma money politic dan bagi bagi sembako dan konyolnya lagi mereka seakan seperti pihak yang salah dan mengalami intimidasi,diawasi dan bahkan harus berhadapan dengan satgas anti sembako,yang menurut saya ini mereka menjadi sempit ruang geraknya.Pada hal ini saya kurang simpati dengan adanya bentukan dari PDIP yang medeklaraskan dan meresmikan  satgas ini..Ini menjadi  ambiguitas dan lebih dari itu sangat kurang proporsional.Citra pasangan ini seperti (maaf) pihak yang selalu dicurigai.dikepung.disweeping bahkan.di uber uber .
Namun secara jujur tim suksesnya dari pasangan WI DI ini kurang optimal,kurang mampu mengindentifikasi lingkungan strategis yang mestinya bisa dikuatkan.Juga komunikasi politik dengan rekan koalisinya juga kurang optimal.mereka bahkan hanya berjalan sendiri,dan implikasi psikis politis (red: maaf istilah saya sediri).Alhasil akhirnya jadi begininilah.Dan yang masih menjadi pertanyaan spekulatif adalah mundurnya ketua tim suksesnya Purwanto.(membaca solopos akhir akhir ini)Kalau bahasa maduranya mungkin ini bias dikatakan “ancor pesena telor” alias bubruk.

Simpatik sebagai politikus.

Ini menjadi sebuah contoh yang baik,bahwa akhirnya pasangan ini cukup legowo,dan menghormati yang kalah,dan mereka masih optimis masih ada jalan panjang dan proses untuk mendarma baktikan demi keejahteraan rakyat serta kemajuan kota..mengakui kekuatan lawan tanpa mencela atau menklaim adanya kecurangan,dan apabila pada suhu suhu politik ketika menghangat muncul sikap saling menyalahkan,itu adalah sah sah saja dalam sebuah perjuangan politik.Selamat bagi sang pemenang  dan konsekuensinya adalah kontrak kontrak politik jangan diingkari,sebab sekali hal ini tidak konsisten maka trust masyarakat akan hilang dan bisa ditebak untuk tahun tahun kedepan akan ditibggalkan rakyatnya.Dan yang paling penting bagi saya ,adalah sangat menaruh dan apresiatif terhadap sikap legowo,memang belum saatnya menandingi sang incumbent,tetapi paling tidak anda sudah memberikan kontribusi terhadap tegak dan berlangsungnya proses demokratisasi di kota solo.Sekian,semoga dapat menjadikan sebuah renungan.( oleh agustav,dari lembah berkubang Lumpur nestapa,April 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar