Oleh:
Achmad Djunaedi
Staf Pengajar
Program Magister Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD) UGM
E-mail: achmaddjunaedi@yahoo.com adjun@ugm.ac.id
http://intranet.ugm.ac.id/~a-djunaedi/
Kuliah tentang proses perencanaan strategis (untuk pemerintahan kota atau perkotaan)
ini dibagi dalam dua sesi (dua kali pertemuan), yaitu: kuliah yang pertama membahas tentang
tinjauan umum proses tersebut, dan kuliah yang kedua mendiskusikan kasus-kasus penerapan
proses tersebut ke beberapa kota (diangkat dari beberapa sumber pustaka). Dalam kuliah,
variasi di luar teks bahan kuliah ini akan diberikan dan peserta kuliah diminta juga dapat
mendiskusikan pengalamannya langsung atau dari bahan-bahan pustaka.
Pendahuluan
Dalam pustaka tentang teori perencanaan, sepanjang sejarah pemikiran perencanaan
terdapat beberapa tipe perencanaan, antara lain: (1) perencanaan induk (master planning); (2)
perencanaan komprehensif/ menyeluruh (comprehensive planning); (3) perencanaan
inkremental (incremental planning); (4) perencanaan advokasi (advocacy planning); (5)
perencanaan strategis (strategic planning); dan (6) perencanaan adil/ ekuiti (equity planning).
Meskipun fokus bahan kuliah ini pada perencanaan strategis, tetapi tipe perencanaan lainnya
dibahas disini hanya untuk memberi gambaran perbedaan-perbedaan yang mendasar saja.
Sebagian besar bahasan perbedaan-perbedaan ini diangkat dari buku Readings in Planning
Theory (Campbell dan Fainstein, 1996: Part III, hal. 259-362).
Dalam sejarah perencanaan wilayah, pada awalnya kota dilihat secara fisik dan pada
saat itu tipe perencanaan induk (master planning) banyak dipakai. Tipe perencanaan ini
berasal dari bidang arsitektur; jadi memang lebih bersifat perencanaan fisik bangunan. Pada saat
kehidupan mulai lebih kompleks, kota tidak hanya dilihat secara fisik tapi juga dari aspek-aspek
lain, dan hal ini mendorong timbulnya tipe perencanaan komprehensif (menyeluruh). Tipe ini
Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–1
berusaha mengatasi setiap persoalan yang datang dari seluruh aspek kehidupan kota. Setelah
beberapa dekade, banyak kritik dilontarkan ke tipe ini bahwa cakupan perencanaan
komperehensif terlalu luas dan tidak mungkin tercapai, sedangkan banyak keterbatasan yang
menjadi kendala dalam mengatasi seluruh permasalahan. Tipe perencanaan strategis
menyarankan untuk mengatasi hanya beberapa permasalahan yang utama (yang strategis) saja,
karena ketersediaan sumberdaya untuk mengatasi permasalahan juga terbatas. Cara berpikir
yang hampir serupa dilontarkan oleh tipe perencanaan inkrimental, yaitu untuk mengatasi
sebagian permasalahan saja (tidak perlu seluruhnya). Hanya saja perencanaan inkrimental tidak
mengharuskan bagian demi bagian yang diatasi perlu mempunyai konsistensi dan
kesinambungan, karena tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi (yang mungkin berbeda
dari waktu ke waktu).
Keempat tipe perencanaan di atas (perencanaan induk, komprehensif, strategis, dan
inkremental) menghasilkan satu rencana yang bersifat publik untuk satu wilayah perkotaan.
Produk perencanaan berupa (hanya) satu rencana yang disepakati oleh publik. Hal ini
dipandang tidak mungkin oleh tipe perencanaan advokasi, karena itu tipe ini mengusulkan
adanya banyak rencana yang mewakili banyak kepentingan (terutama kepentingan yang tidak
diuntungkan oleh cara pengambilan keputusan publik yang ada saat itu). Kritik terhadap
ketidakadilan dalam proses perencanaan juga dilontarkan oleh tipe perencanaan ekuiti. Tipe ini
memperjuangkan kepentingan masyarakat miskin dan arus bawah agar dapat masuk ke dalam
proses perencanaan (tidak peduli ada satu atau beberapa rencana).
Keuntungan menggunakan tipe perancanaan strategis yaitu kita dapat melakukan, antara
lain (Gordon, 1993: 3-6):
1) Antisipasi terhadap masa depan, terutama terhadap peluang dan permasalahan
strategis. Bila jauh hari, kemungkinan permasalahan dapat diantisipasi sebelum benarbenar
terjadi, maka permasalahan tersebut dapat diminimalkan dan dampaknya dapat
dikendalikan. Bila peluang tidak diantisipasi, maka kita akan kehilangan kesempatan dan
mungkin problema muncul karenanya.
2)
Evaluasi diri. Dengan perencanaan strategis, kita semua dapat bekerja bersama untuk
mengevaluasi diri, terutama tentang kekuatan dan kelemahan yang kita miliki. Kesadaran
akan kekuatan dan kelemahan diri akan membuat kita lebih realistis dalam merencanakan
masa depan kita.
3)
Perumusan tujuan bersama melalui konsensus. Dengan tipe perencanaan strategis
yang menggarisbawahi pembangunan konsensus antar stakeholders maka dapat
dirumuskan ke arah mana kita akan menuju dan dengan cara apa yang terbaik untuk
sampai ke tujuan tersebut. Dalam pembangunan konsensus ini tentunya ada negoisiasi
untuk "memberi-dan-menerima". Adalah lebih baik terjadi konflik selama proses
2— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum
(sehingga dapat dicari kesepakatan) daripada konflik setelah proses perencanaan selesai
dan rencana telah disahkan untuk diimplementasikan. Catatan: stakeholders diartikan
sebagai semua orang/pihak yang berkepentingan langsung dengan kita (organisasi kita).
4)
Alokasi sumberdaya. Perencanaan strategis mengalokasikan sumberdaya dengan
menetapkan prioritas dalam perumusan strategi, terutama sumberdaya manusia dan
prasarana. Alokasi sumberdaya dilakukan antar bidang layanan perkotaan yang saling
berkompetisi dalam meningkatkan kualitas layanan.
5)
Pemantapan tolok banding (benchmarks), yang berupa rumusan tujuan dan sasaran.
Hasil implementasi atau tindakan dibandingkan dengan tolok banding keberhasilan.
Dengan menilai kinerja akan dapat ditarik "pelajaran" dari pengalaman dan masukan balik
diperlukan untuk meningkatkan kualitas rencana strategis dalam hal proses maupun
produknya.
Proses Perencanaan Strategis secara keseluruhan
Di bagian atas telah dibahas perbedaan antar tipe perencanaan, dan di bagian ini
memfokuskan diri pada proses perencanaan strategis. Perencanaan strategis pada dasarnya
tidak menganut satu proses yang standar dan banyak sekali variasi proses yang ditawarkan oleh
pustaka-pustaka tentang perencanaan strategis (serta tergantung juga dengan bidang tempat
perencanaan strategis tersebut diterapkan). Menurut sejarahnya, perencanaan strategis pertama
kali diterapkan di bidang militer (untuk para generals), kemudian diterapkan ke dunia usaha
atau perusahaan (untuk para general managers). Pada masa berikutnya, tipe perencanaan ini
juga diterapkan ke organisasi nir-laba (non-profit), dengan proses perencanaan seperti terlihat
pada Gambar 1.
Pemerintahan kota termasuk organisasi nir-laba. Seperti halnya dunia usaha,
pemerintahan kota pun perlu tanggap terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya, baik
internal maupun eksternal. Orientasi dunia usaha lebih menuju ke pencarian keuntungan atau
laba, sedangkan pemerintah kota menekankan pada penyediaan layanan dengan sejumlah
sumberdaya yang dimiliki dan dengan motivasi bukan untuk mencari laba. Dunia usaha
membuka atau menutup bidang layanannya tergantung pada pasar dan margin keuntungan,
sedangkan pemerintah kota tidak boleh menutup suatu bidang layanan yang ditugaskan
kepadanya oleh masyarakat.
Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–3
Kekuatan,
kelemahan
Peluang,
ancaman/
tantangan
STRATEGI-STRATEGI
- Alternatif praktis
- Hambatan
- Usulan utama
- Tindakan
- Program kerja
GAMBARAN ORGANISASI
DI MASA DEPAN
("Visi keberhasilan")
TINDAKAN-
TINDAKAN
PERUMUSAN STRATEGI IMPLEMENTASI
KESEPAKATAN AWAL
("Merencanakan untuk membuat rencana")
SUMBERDAYA
- SDM
- Keuangan
- Kompetensi
- Informasi
STRATEGI
YANG ADA
- Keseluruhan
- Per Dinas/
fungsional
KINERJA
- Hasil
- Sejarah
MISI / NILAI-NILAI
oleh Stakeholders
PENUGASAN
(MANDAT)
KAJIAN
INTERNAL
KAJIAN
EKSTERNAL
ISU-ISU
STRATEGIS
HASIL-
HASIL
DAYA
(FORCES) & TREN
- Politik
- Ekonomi
- Sosial
- Teknologi
KLIEN/
KUSTOMER/
PEMBAYAR
PESAING
- - Daya saing
KOLABORATOR/
MITRA
- Daya kemitraan
Gambar 1: Proses perencanaan strategis untuk organisasi nir-laba
(Bryson dan Einsweiler, 1988: 17, Fig. 2-1)
4— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum
Pada kenyataannya, proses perencanaan strategis mempunyai banyak variasi, seperti dapat
dilihat di pustaka-pustaka. Dalam hal ini, difahami bahwa tidak ada "standar baku" format
proses perencanaan strategis. Meskipun demikian, mengamati banyak variasi proses
perencanaan strategis, dan untuk tujuan menjelaskan tahapan proses pada kuliah ini, maka
ditampilkan suatu "pola umum" proses tersebut—seperti terlihat pada Gambar 2—yang terkait
pula dengan perencanaan operasional (taktis) dan tindakan/ implementasinya.
Visi & M is i K ajian
l ingkungan
(e ksternal
& inte rnal)
Is u-is u s trategis
(T ujuan, S as ara n, dan)
Stra tegi-strate gi Pengem bangan
R e ncana Ope rasional
Tinda kan
Pem anta uan
& Evaluas i
Pere ncana
an
s tra tegis
Pere ncana
an
taktis
Tinda kan
Um panbalik
Data/informas i
dari S umber lain
Gambar 2: Pola umum proses perencanaan strategis
Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–5
Rincian Proses Perencanaan Strategis
Penjelasan tentang rincian proses ini didasarkan pada diagram proses tersebut di atas
(Gambar 2). Menurut proses umum tersebut, perencanaan strategis mempunyai empat unsur,
yaitu: (1) visi dan misi, (2) hasil kajian lingkungan (eksternal, dan internal, serta asumsi yang
dipakai), (3) isu-isu strategis, dan (4) strategi-strategi pengembangan. Tiap unsur dibahas lebih
rinci di bagian berikut.
Visi dan Misi
Unsur ini biasanya dimulai dengan visi (vision), dan disusul oleh misi (mission). Karena
sulitnya menuliskannya dalam kata-kata, seringkali visi tidak dituliskan, tapi langsung
dikemukakan misinya. Kadangkala pernyataan visi diganti dengan tujuan umum (goals) yang
ditempatkan sebelum rumusan strategi. Sekali lagi perlu dicatat disini bahwa tidak ada standar
baku proses perencanaan strategis, yang dalam khazanah pustaka banyak versi dalam hubungan
antara visi. misi, tujuan dan strategi. Misal, alternatif pasangan di bawah ini (Gambar 3).
A lte rnatif A 1 K ajian
li ngkungan Vis i M is i Is u st rate gis Strat egi
A lterna tif B1 K ajia n
li ngkungan M is i Tujuan &
s asaran
Is u st rategi s Strate gi
Alternatif A2
Isu strategis
Strategi
Visi
Misi
Tuj uan &
sa sara n
Isu strat egis Strategi
Alternatif B2
Misi
Alternatif A3
Strategi
Visi
Misi
Tuj uan &
s as ara n
Stra tegi
Alternatif B3
M isi
6— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum
Gambar 3: Beberapa alternatif susunan visi-misi-tujuan-strategi dalam dokumen rencana
strategis (renstra)
Melihat variasi komposisi isi renstra, dapat dilihat bahwa minimal perlu ada misi dan strategi
serta salah satu dari dua hal, yaitu: visi atau tujuan (Alternatif A3 atau B3). Dalam suatu renstra,
kadang kala dicantumkan juga nilai-nilai yang diyakini (values, beliefs), prinsip-prinsip, dan
rencana tindakan atau langkah-langkah implementasi. Karena rencana tindakan berubah dalam
jangka pendek, maka dokumen renstra yang sekaligus memuat rencana tindakan akan terpaksa
sering diperbarui.
Visi. Smith (1994: 14) mengartikan visi kurang-lebih sebagai gambaran yang jelas
(clear image) tentang wujud masa depan yang mengendalikan rencana strategis. Pengertian visi
ini dijelaskan lebih lanjut oleh Hunt dkk (1997: 51-52) sebagai berikut:
"Visi untuk suatu institusi merupakan perwujudan yang institusi tersebut ingin
menjadi pada suatu waktu di masa depan bila impian dan aspirasi dari yang
memegang kepemimpinan telah membuahkan hasilnya. Visi tersebut dapat saja
meliputi jalur-jalur alternatif institusi tersebut akan mengikuti dan tentu saja
mungkin tidak konsisten dengan kondisi internal saat ini. Visi tersebut dapat juga
meliputi hal-hal yang hanya sedikit (bila ada) pemimpin yang berpendapat
bahwa visi akan terwujud dengan cara yang dijelaskan pada saat ini. Hal ini
disebabkan karena perubahan teknologi atau perubahan perundang-undangan
yang membuat sulit, bahkan tidak mungkin, untuk mempunyai gambaran yang
jelas dan rinci tentang wujud visi tersebut."
Visi ditulis sebagai "kata benda" yang menjelaskan suatu keadaan yang diimpikan. Untuk
menuliskan visi secara rinci memang tidak perlu, dan yang penting—menurut Hunt dkk (1997:
53)—pernyataan visi mampu mendorong kita untuk berpikir tentang masa depan secara kreatif
tanpa memikirkan kendala seperti anggaran, preseden, dan apakah hal tersebut diterima oleh
pihak lain atau tidak. Contoh visi bagi suatu negara, misal: Indonesia di masa depan ingin
mewujudkan diri sebagai "masyarakat yang adil dan makmur". Pernyataan visi perlu aspiratif
dan mengandung harapan, seperti saran Kouzes dan Posner (dalam Bryson, 1988: 194) bahwa:
"Visi berfokus pada masa depan yang lebih baik.
Visi memberi harapan dan impian.
Visi memegang nilai-nilai bersama.
Visi menyatakan hasil yang positif.
Visi menekankan kekuatan dari kelompok yang bersatu.
Visi menggunakan kata-kata penggambaran, citra dan metafor.
Visi mengkomunikasikan entusiasme dan kesenangan yang membahagiakan."
Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–7
8— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum
Dua contoh pernyataan visi berikut ini diambil dari Smith (1994: 20).
Contoh 1: Visi Dewan Air, Negara Bagian New South Wales (Australia):
"Visi Dewan Air adalah tercapainya kesempurnaan dalam manajemen
lingkungan dan kinerja komersial melalui layanan yang berkualitas."
Contoh 2: Visi Institut Administrasi, Universitas New South Wales (Australia):
"Visi kami adalah para manajer di Australia dan di dunia melaksanakan
kepemimpinan yang beretika dan berpandangan ke masa depan dan Institut ini
akan menjadi yang di atas rata-rata dalam mewujudkan impian ini."
Misi. Bryson (1988: 96) membedakan misi dengan visi dengan penjelasan sebagai
berikut: "Misi... menjelaskan maksud (purpose) organisasi dan mengapa (why) perlu
melakukan yang dikerjakan saat ini; sedangkan visi menjelaskan seperti apa (what) organisasi
tersebut akan menjadi [di masa depan] dan bagaimana (how) organisasi tersebut akan
berperilaku (behave) ketika misinya tercapai." Secara singkat, misi menunjukkan "apa yang
dilakukan" atau "daftar dan karakteristik layanan yang diberikan". Dengan demikian, misi ditulis
sebagai "kata kerja". Dalam menuliskan misi, Merson dan Qualls (1979: 25) menyarankan
bahwa:
"Dalam kerangka perundangan yang berlaku, suatu lembaga sebaiknya
menyatakan misinya dalam ungkapan yang luas dan umum. Pernyataan misi
sebaiknya disusun dalam kata-kata yang memungkinkan fleksibilitas yang
maksimum dalam menanggapi perubahan situasi....Misi sebaiknya dinyatakan
secara singkat, tidak lebih dari beberapa alinea, dan,...sebaiknya ditulis dengan
bahasa yang tidak teknis dan mudah dimengerti...."
Pernyataan misi suatu lembaga layanan publik (di AS) umumnya mempunyai tema yang sama,
yaitu "untuk menyediakan layanan publik dengan kualitas dan kuantitas yang maksimum kepada
pembayar pajak dan pemilih dengan penetapan pajak yang serendah mungkin." (Gordon, 1993:
23). Contoh misi yang bertema seperti itu, antara lain Cocoa, Florida: "Untuk menyediakan
layanan kesehatan, kesenangan hidup, keselamatan, dan kenyamanan bagi warga kota Cocoa.";
kota Berkley, Michigan: "Untuk menyediakan layanan publik dan kepemimpinan yang 'memberi
penerangan [tuntunan, kejelasan]' kepada warga kota Berkley dengan cara yang seefisien dan
sefektif mungkin, seadil-adilnya, seekonomis dan sedemokratis mungkin." (Gordon, 1993: 23)
Untuk memperjelas cara penulisan misi, di bawah ini dikutipkan contoh misi dari
beberapa kota.
proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–9
contoh 1:
Misi Dewan Air, Negara Bagian New South Wales, Australia (sumber: Smith,
1994: 20):
"Misi Dewan Air adalah untuk menyediakan layanan pemasokan air yang
memenuhi kebutuhan masyarakat dengan cara yang memenuhi persyaratan
kelestarian lingkungan. Dalam melakukan ini, Dewan akan meningkatkan
kesehatan masyarakat dan memenuhi kebutuhan wilayah yang sedang tumbuh,
sambil berlaku sebagai perusahaan komersial dan memenuhi prioritas
Pemerintah."
Contoh 2:
Misi Institut Administrasi, Universitas New South Wales, Australia (sumber: Smith,
1994: 20):
"Misi institut ini adalah untuk meningkatkan kualitas manajemen di Australia dan
dunia melalui mata kuliah-mata kuliah terbaik yang diberikan dalam suasana
pembelajaran yang kreatif dan bersahabat."
Contoh 3:
Misi kota Salisbury, Australia (sumber: City of Salisbury, 1989):
"Untuk merencanakan, menyediakan dan mengkoordinasikan layanan dengan
cara yang adil untuk memenuhi aspirasi masyarakat pada umumnya melalui
pemanfaatan sumberdaya secara optimal dalam batas-batas wewenang Dewan
Kota."
Catatan: pada kasus kota Salisbury tersebut di atas, visi tidak dinyatakan, tetapi diganti dengan
tujuan umum (goals).
Hasil Kajian Lingkungan
Bagian ini meliputi paling tidak: (1) hasil kajian lingkungan eksternal (berfokus pada
peluang dan ancaman), dan (2) hasil kajian lingkungan internal (menekankan pada kekuatan dan
kelemahan). Bagian rencana strategis ini akan lebih lengkap bila ditambah dengan (3) hasil
evaluasi implementasi rencana strategis yang lalu, dan (4) asumsi-asumsi yang dibuat.
Sebagai catatan: salah satu karakter tipe perencanaan strategis adalah adanya
keterlibatan semua pihak yang terkait (stakeholders). Dalam hal perencanaan strategis
perkotaan, pihak-pihak tersebut terdiri dari Pemerintah (Pusat dan Lokal) dan warga kota
10— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum
(individual, maupun kelompok masyarakat serta dunia usaha/ bisnis). Menurut Gordon (1993:
81-82), pihak-pihak terkait (pada kasus di AS) meliputi:
1) wakil rakyat dan pejabat yang dipilih (elected officials);
2 pejabat senior tunjukan (senior appointed officials);
3) karyawan/pegawai (employees);
4) pejabat sekolah negeri (public school officials);
5) perwakilan pihak eksternal. meliputi:
a) masyarakat luas atau kelompok-kelompok masyarakat
b) anggota dewan-dewan atau komisi-komisi publik
c) masyarakat dunia usaha
d) kelompok-kelompok pemerhati (interest groups).
Kajian lingkungan yang dilakukan oleh organisasi laba dan organisasi nir-laba berbeda
orientasinya. Dunia usaha atau organisasi pencari laba melakukan kajian lingkungan untuk
mendeteksi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuannya dalam mendapatkan
keuntungan. Di lain pihak, organisasi publik atau nir-laba mendeteksi bila terjadi pengurangan
penerimaan dari pajak atau bila terjadi perubahan yang menuntut pola baru dalam alokasi
sumberdaya (Gordon, 1993: 27).
Gordon (1993: 27-28) menyarankan hal-hal berikut ini menjadi topik perhatian dalam
kajian lingkungan, yaitu:
1) Perekonomian dan Keuangan
2) Kependudukan
3) Teknologi
4) Perundang-undangan
5) Sosial budaya
6) Kompetisi
7) Manajerial
8) Fisik dan lingkungan
9) Lain-lain.
Dalam menyusun renstra untuk pemda, hendaknya, hal-hal tersebut di atas ditinjau (bila dapat
diterapkan) dalam lingkup-lingkup sebagai berikut (Gordon, 1993: 27 dengan sedikit
perubahan):
1) Eksternal
a) Kecenderungan umum pemerintahan daerah
b) Masyarakat setempat
c) Regional/ provinsi
d) Nasional
Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–11
e) Global/ internasional.
2) Internal (dalam organisasi pemerintah daerah).
Kajian lingkungan eksternal. Pflaum dan Delmont (dalam Bryson dan Einsweiler,
1988: 153) menawarkan suatu model untuk membantu kajian ini, yaitu yang meliputi tiga tahap
sebagai berikut:
1) Scanning: mensurvei lingkungan eksternal untuk mengidentifikasi kecenderungan kunci
yang bersifat sebagai peluang (opportunities) atau ancaman (threats). Scanning ini
dapat dilakukan dengan cara:
a) Jelaskan maksudnya
b) Pilih partisipan
c) Tentukan komitmen waktunya
d) Tentukan struktur isu.
2) Analisis: menginterpretasikan tingkat strategis dan pentingnya isu-isu dan kecenderungan
a) Kaji teknik-teknik yang umum dipakai
b) Pilih teknik yang efisien dan cocok untuk isu-isu yang sedang diidentifikasi
c) Buat keputusan tentang status isu-isu (untuk dipantau, untuk diatasi segera, atau
untuk diabaikan dulu).
3) Pelaporan: membuat produk (laporan) yang berguna untuk perencanaan dan pembuatan
keputusan
Contoh isu yang dihasilkan dari kajian lingkungan eksternal bagi kota-kota di Indonesia
menjelang tahun 2000, antara lain: kompetisi antar kota dalam menjaring investasi besar yang
mampu membuka peluang kerja bagi warga kota, ketergantungan perekonomian global,
kerjasama dalam kompetisi global, desentralisasi dan otonomi daerah.
Kajian lingkungan internal berkaitan dengan kekuatan (strengths) dan kelemahan
(weaknesses) yang dipunyai oleh lingkungan internal. Pada kasus perkotaan, kajian ini
dilakukan terhadap bidang-bidang kehidupan perkotaan. Kemp (1992: 31-36) memberi contoh
bidang-bidang yang dikaji dalam lingkungan internal (perkotaan) meliputi:
1) Proyeksi dan Kecenderungan (Tren)
a) Ketenagakerjaan dan lapangan kerja
b) Dunia usaha/ Bisnis
c) Perumahan
d) Guna lahan dan Pemintakatan (zoning)
e) Kependudukan
12— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum
2)
Isu-isu per bidang Dinas/Kantor
a) Kepemerintahan
b) Pengembangan masyarakat
c) Keuangan
d) Pemadam kebakaran
e) Kesehatan
f) Hukum
g) Polisi
h) Pekerjaan umum
i) Rekreasi
3)
Isu-isu lingkup kota
a) Pendapatan asli daerah
b) Masyarakat manula
c) Layanan kesehatan
d) Bahan buangan berbahaya
e) Kenakalan remaja
f) Prasarana umum
g) Taman dan tempat bermain anak-anak.
Salah satu komponen penting dalam kajian internal adalah survei persepsi masyarakat terhadap
layanan pemda. Hal ini sangat penting dalam mengatur strategi, misal: kita bisa mengalihkan
pengeluaran masyarakat dari bidang yang mereka tidak suka membayar lebih ke bidang yang
mereka mau membayar lebih.
Isu-isu Strategis
Kajian lingkungan menghasilkan banyak isu; tetapi perencanaan strategis menganjurkan
agar tidak semua isu perlu diatasi, karena kita perlu mempertimbangkan keterbatasan yang ada.
Kita perlu memilih isu-isu yang dianggap "strategis" saja. Pengertian "isu strategis" dijelaskan
oleh Norris dan Poulton (1991: 20) sebagai berikut:
"Isu-isu strategis adalah isu-isu yang berkaitan dengan keterkaitan antara
organisasi yang dikaji dengan lingkungannya [internal maupun eksternal] yang
isu-isu tersebut banyak mempengaruhi organisasi tersebut. Maka semua isu
strategis adalah penting, tapi tidak semua isu penting adalah strategis."
Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–13
Ring (dalam Bryson dan Einsweiler, 1988: 71) menawarkan cara lima langkah dalam
merumuskan isu strategis, sebagai berikut:
Langkah 1: Identifikasikan sumber isu-isu strategis (lingkungan eksternal dan internal)
Langkah 2: Identifikasikan konteks isu-isu strategis (meliputi: karakteristik isu, karakteristik atau
proses agenda, tahapan perhatian)
Langkah 3: Seleksi informasi, berdasarkan tiga fokus menurut pelaku/ aktor, bidang kedinasan,
dan permasalahan.
Langkah 4: Pakailah teknik-teknik analisis (antara lain: analisis stakeholder, analisis SWOT/ 7S,
analisis portofolio).
Langkah 5: Isu-isu strategis teridentifikasi
Untuk memperjelas uraian tentang isu strategis, berikut ini diberikan contoh dalam bidang
perkotaan:
Tabel 1: Isu-isu strategis bidang kualitas lingkungan dan transportasi, Hennepin County,
Minnesota
Bidang Strategis
Kualitas lingkungan
Transportasi
Isu-isu strategis
- Bahan buangan berbahaya
- Sunber air
- Bahan buangan padat
- Sistem jalan pedesaan
- Angkutan kereta api ringan
Catatan: Selain dua bidang di atas, pada tulisan aslinya terdapat 12 bidang strategis lainnya.
Sumber: Kemp (1992: 52).
Strategi-strategi Pengembangan
Bila perencanaan strategis tidak menggunakan visi, maka biasanya sebelum
merumuskan strategi, perlu disusun tujuan umum (goals). dan sasaran (objectives) lebih dulu.
Tujuan Umum. Tujuan merupakan pernyataan umum tentang keadaan organisasi pada
suatu waktu di masa depan (misal: 5 tahun lagi). Tujuan organisasi dapat berubah dari waktu ke
waktu, tapi tidak biasa bila perubahan tersebut terjadi secara lambat atau dalam peningkatan
sedikit demi sedikit saja (in small increments).
Tedapat banyak variasi dalam menuliskan tujuan, dari yang lebih "garis besar" ke lebih
rinci. Dalam menuliskan tujuan umum, Merson dan Qualls (1979: 25-26) menyarankan:
14— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum
"Dalam konteks pernyataan misi, maka tujuan umum perlu dituliskan untuk
setiap program dan layanan utama. Dengan demikian, tujuan-tujuan ini perlu
dinyatakan dalam istilah yang cukup umum dan non-kuantitatif. Tujuan-tujuan
tersebut perlu dirancang agar tetap valid untuk masa paling tidak lima sampai
sepuluh tahun serta sebaiknya secara konsekuen ditujukan untuk menanggapi
kecenderungan di pasar dan kebutuhan publik yang diperkirakan berlangsung
lama, meskipun tidak diperkirakan secara kuantitatif."
Untuk menjelaskan tentang tujuan umum, di bawah ini diberikan beberapa contoh.
Contoh 1:
Tujuan pengembangan lingkungan fisik, kota Salisbury, Australia (sumber: City of
Salisbury, 1989):
Dalam contoh kota Salisbury (di Australia), program dan layanan utama kota ini
meliputi: (1) layanan kesehatan dan kemanusiaan masyarakat, (2) pendidikan dan
rekreasi, (3) lingkungan fisik, (4) pengembangan perekonomian, dan (5)
pengelolaan sumberdaya.
Tujuan yang berkaitan dengan lingkungan fisik, sebagai berikut:
"Tujuan:
Untuk mempreservasi, meningkatkan, dan mengembangkan karakter dan
ameniti (fasilitas kenyamanan) kota ini.
"
Contoh 2:
Tujuan pengembangan Whitley County, Indiana (sumber: Gordon, 1993: 43):
"1.
Me-revitalisasi pusat perdagangan Whitley bagian selatan sambil
menyediakan mekanisme untuk menjaga agar kegiatan tetap berlangsung
di pusat kota.
2.
Mengisi taman industri (industrial park) Whitley Selatan dengan
perusahaan yang mampu berkembang dan memantapkan basis ekonomi
kota.
3.
Menekankan pada rakyat, kebanggaan, ketentraman hidup (livebility),
dan preservasi masa lalu, sambil mewujudkan masa depan yang menjamin
ketentraman hidup pula. Konsep ini meliputi pula semua aspek rekreasi,
kualitas hidup, isu-isu lingkungan, kegiatan kultural, pendidikan,
pemeliharaan kesehatan, dan sebagainya."
Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–15
Contoh 3:
Tujuan pengembangan kota Santa Clarita (sumber: Gordon, 1993: 43):
"1. Menumbuhkan basis pendapatan yang lebih besar bagi kota.
2.
Menghentikan penimbunan dan pembangunan penjara di Lembah Santa
Clarita.
3.
Memantapkan tingkat pertumbuhan yang diinginkan.
4.
Menyelesaikan jalan-jalan yang diperlukan oleh masyarakat.
5.
Menghapuskan problema sirkulasi lalu lintas.
6.
Membangun gedung balai kota secepatnya.
7.
Menyediakan pendapatan yang cukup untuk mengatasi isu-isu utama. Hal
ini mempersyaratkan kenaikan pajak penjualan dan pendapatan yang
lain."
Contoh 4:
Tujuan pengembangan kota Placentia, California (sumber: Gordon, 1993: 104):
Dalam renstra kota ini, tujuan (goals) diuraikan dalam lima bidang, yaitu:
permukiman, komersial dan industri, kultural dan rekreasional, layanan kota dan
keuangan, serta komunikasi dan teknologi baru. Di bawah ini hanya dikutipkan
tujuan pengembangan permukiman:
"1. Memelihara citra pemukiman yang ada saat ini di kota.
2.
Mendorong terbangunnya semua tipe perumahan untuk semua tingkat
pendapatan masyarakat.
3.
Memanfaatkan ruang-ruang terbuka yang tersedia untuk menciptakan
lingkungan hidup yang sehat dan menarik.
4.
Menyelidiki potensi partisipasi kota dalam program perumahan masa
depan.
5.
Mengembangkan semua cadangan lahan sesuai dengan tujuan
pengembangan perumahan kota.
6.
Memelihara secara menerus kualitas yang sama tinggi pengembangan
perumahan."
Sasaran. Sasaran (objectives) bersifat spesifik dan terukur; satu tujuan dapat
mempunyai lebih dari satu sasaran. Sasaran berjangka pendek dan mencerminkan cara
mencapai tujuan dan mensukseskan rencana. Sasaran dapat pula dirinci lagi menjadi sub
sasaran serta subsub sasaran, bila perlu. Contoh hubungan antara tujuan dan sasaran terlihat
pada Gambar 4 berikut ini.
16— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum
TUJUAN SASARAN
Identifikasi cara-cara
meningkatkan pendapatan
tanpa menaikkan pajak dari
masyarakat (non-
Meminta bantuan Pemerintah Pusat dalam bidang:
pendidikan khusus, pemeliharaan jalan raya,
komputerisasi sistem pemeliharaan keselamatan
umum
perusahaan) Meminta bantuan Pemerintah Pusat dalam dua
bidang, yaitu: pembangunan jalan raya, dan makan
siang gratis bagi siswa sekolah negeri
Menaikkan pajak perusahaan sebesar 4%
Gambar 4: Contoh tujuan dan beberapa sasarannya
(diangkat dari Gordon, 1993: 45, Fig. 3.20, dengan sedikit modifikasi)
Strategi. Tujuan (dan sasaran) tersebut, kemudian diturunkan lebih lanjut menjadi
strategi-strategi pengembangan, yang dalam program lingkungan fisik meliputi strategi-strategi
untuk bidang-bidang: (1) perencanaan kota, (2) lingkungan alam dan binaan, (3) transportasi,
(4) drainase, dan (5) kesehatan dan keselamatan umum.
Bryson (1988: 163) menjelaskan tentang strategi sebagai berikut:
"Strategi dapat dipikirkan sebagai suatu pola tujuan, kebijakan, program,
tindakan, keputusan, atau alokasi sumberdaya yang menunjukkan jatidiri suatu
organisasi, hal-hal yang dilakukannya, dan alasan melakukan hal-hal tersebut.
Dengan demikian, strategi merupakan perluasan dari misi untuk menjembatani
antara organisasi tersebut dengan lingkungannya. Strategi umumnya dibuat untuk
menanggapi isu strategis, yaitu merupakan garis besar tanggapan organisasi
tersebut terhadap pilihan kebijakan yang fundamental. (Bila pendekatan tujuan
umum yang dipakai, maka strategi dirumuskan untuk mencapai tujuan tersebut;
dan bila pendekatan visi yang dipakai, maka strategi dikembangkan untuk
mencapai visi tersebut)."
Di bawah ini diberikan beberapa contoh strategi yang dipakai untuk mencapai tujuan umum
(goals).
Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–17
Contoh 1:
Tujuan dan strategi pengembangan lingkungan fisik kota Salisbury, Australia
(sumber: City of Salisbury, 1989: 10):
"3. LINGKUNGAN FISIK
Tujuan umum:
Untuk mempreservasi, meningkatkan, dan mengembangkan karakter dan
ameniti (fasilitas kenyamanan) kota ini.
"
3.1. PERENCANAAN KOTA
Strategi:
Untuk merumuskan kebijakan yang melindungi, mempreservasi dan
mendorong pengembangan karakter, layanan dan ameniti perkotaan ini.
3.2. LINGKUNGAN ALAM DAN BINAAN
Strategi:
Untuk menyediakan dan memelihara luasan/kawasan terbuka yang cukup
mewadahi berbagai kegiatan aktif dan pasif di dalam kota serta yang
memungkinkan pengembangan di masa depan dalam hal lingkungan fisik
melalui lansekap, penghutanan kembali, dan kesempurnaan rancangan
bangunan.
3.3. TRANSPORTASI
Strategi:
Untuk mempromosikan, mengembangkan, dan memelihara jalan-jalan
kota yang memungkinkan gerakan orang dan barang secara aman dan
efisien di dalam dan melewati kota ini.
"
Contoh 2:
Tujuan, sasaran dan strategi yang rinci (sumber: Gordon, 1993: 46, dengan sedikit
modifikasi):
"TUJUAN 1:
Identifikasi cara-cara meningkatkan pendapatan tanpa menaikkan pajak dari
masyarakat (non-perusahaan).
SASARAN 1a:
Meminta bantuan Pemerintah Pusat dalam bidang: pendidikan khusus,
pemeliharaan jalan raya, komputerisasi sistem pemeliharaan keselamatan
umum.
18— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum
STRATEGI 1a:
1.
Identifikasi bantuan hibah (grants) melalui pengumuman publik
2.
Pekerjakan penulis proposal dan minta tiap dinas mengidentifikasi staf
yang menjadi penghubung internal
3.
Kaji proposal yang berhasil dan tidak berhasil di masa lalu dan caritahu
sebabnya.
4.
Bentuk tim pembuat proposal untuk selalu siap menanggapi permintaan
pembuatan proposal.
5.
Identifikasi program pendanaan di masa depan yang terkait dengan
kebutuhan setempat."
Pemantauan dan Evaluasi
Rencana implementasi atau rencana tindakan merupakan cetak biru bagi pemda dalam
melaksanakan pembangunan kota. Sepanjang pelaksanaan rencana, data dan informasi tentang
hasil-hasil pelaksanaan tindakan perlu dikumpulkan, dievaluasi, dan bilamana perlu, dilakukan
tindakan untuk mengendalikan. Hasil evaluasi dapat juga menjadi umpan balik (pelajaran yang
dapat ditarik) bagi putaran proses perencanaan berikutnya.
Pemantauan
Pemantauan dilakukan secara terus menerus dengan mengumpulkan data/informasi dari
sumber internal maupun sumber eksternal. Sumber internal meliputi unit-unit kerja organisasi kita
(hasil implementasi rencana tindakan) dan masyarakat pengguna jasa (persepsi terhadap layanan
kita). Sumber-sumber eksternal berupa instansi atau organisasi pada lingkup regional, nasional,
dan global yang mempunyai pengaruh pada organisasi kita.
Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan dengan membandingkan hasil tindakan dengan tolok banding
(benchmarks) atau target; dapat pula dilakukan dengan mengolah lebih dulu data/informasi
menjadi indikator-indikator kinerja (yang kemudian dibandingkan dengan tolok banding). Hasil
evaluasi memperlihatkan kepada kita apakah tindakan kita masih dalam trek yang benar atau
tidak?
Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–19
Pengendalian dan Umpan Balik
Hasil evaluasi mendikte kegiatan pengendalian (apakah sudah perlu ada koreksi
terhadap tindakan yang sedang berjalan?). Mekanisme pengendalian dapat disiapkan sebelum
rencana diimplementasikan, atau selama implementasi, atau setelah implementasi satu putaran
selesai dilakukan. Hasil evaluasi dan pengendalian menjadi akumulasi pengetahuan (pengalaman)
bagi organisasi yang pada akhirnya akan menajamkan ketepatan dalam membuat rencana di
masa depan.
Umpan balik pengalaman pada akhirnya juga akan meningkatkan kualitas metodemetode
yang dipakai dari suatu tahun ke tahun berikutnya. Umpan balik yang berupa
data/informasi menjadi bahan bagi kajian lingkungan pada putaran proses perencanaan
berikutnya (yang secara kontinyu berjalan terus).
Rencana Kontingensi (mengantisipasi berbagai kemungkinan)
Perlu juga dipikirkan bila rencana yang telah disusun, karena sesuatu hal, tidak dapat
berjalan baik. Misal asumsi meleset atau prediksi dalam kajian lingkungan ternyata tidak betul
(misal terjadi krisis kepercayaan terhadap pemda, atau krisis ekonomi yang datang tiba-tiba).
Dalam hal ini perlu disusun alternatif rencana untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan.
Alternatif-alternatif rencana dengan situasi “what if?” tersebut disebut sebagai rencanarencana
kontingensi (contingency plans).
Penutup
Proses perencanaan strategis mempunyai banyak variasi, dan dalam makalah ini telah
dicoba untuk menjelaskan proses yang "generik" (yang diperkirakan bersifat umum). Untuk
memperluas pengetahuan tentang proses yang bervariasi, peserta kuliah diharapkan dapat
membaca banyak pustaka tentang perencanaan strategis (sebagian daripadanya terlihat dalam
"Acuan" di bawah ini).
Acuan
20— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum
Bryson, J.M. 1988. Strategic Planning for Public and Nonprofit Organizations. Jossey-
Bass, San Fransisco, CA.
Bryson, J.M. dan Einsweiler, R.C. 1988. Strategic Planning: Threats and Opportunities for
Planners. Planners Press / APA, Chicago, IL.
Campbell, S. dan Fainstein, S. (eds.). 1996. Readings in Planning Theory. Blackwell
Publishers, Cambridge, MA.
City of Salisbury. 1989. Corporate Plan. City of Salisbury, Australia.
Gordon, G.L. 1993. Strategic Planning for Local Government. International City/County
Management Association, Washington, D.C.
Hunt, C.M.; Oosting, K.W.; Stevens, R.; Loudon, D.; dan Migliore, R.H. 1997. Strategic
Planning for Private Higher Education. The Haworth Press, London.
Kemp, R.L. 1992. Strategic Planning in Local Government: A Casebook. Planners Press/
APA, Chicago, IL.
Merson, J.C. dan Qualls, R.L. 1979. Strategic Planning for Colleges and Universities.
Trinity University Press, San Antonio.
Norris, D.M. dan Poulton, N.L. 1991. A Guide for New Planners. The Society for College
and University Planning, Aan Arbor, MI.
Smith, N.I. 1994. Down-to-Earth Strategic Planning. Prentice Hall, Sydney.
Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–21