Selasa, 23 November 2010

over asumsi ( KUA PPAS KOTA SURAKARTA TH 2011)

KUA PPAS RAPBD Kota Surakarta tahun 2011,:menembus 1(satu)  trilyun bahkan konon mungkin akan bertambah,demikian yang saya baca di harian Solopos baru baru ini.Sebuah asumsi dan target yang spektakuler.
sebagai sebua keputusan/kebijakan yang dibicarakan antara eksekutif dan legislatif ini memberikan harapan yang cukup menggembirakan,karena dengan anggaran yang sedemikian besar dengan junmlah penduduk kursng lebih mendekati 600000.jiwa,paling tidak nanti semua kegiata akan dirasakan oleh rakyat.
Masih banyak program program publik yang harus diintervensi melalui instrumen kebijakan anggaran ini,baik itu upaya pengentasan kemiskinan,penggagguran,perbaikan prasarana kota,kesehatan dan masih banyak lagi yang lainnya..
Oke hal diatas paling tidak yang dapat kita ketahui,ini sebuah ekspektasi yang luar biasa,karena paling tidak apa yang menjadi misi pemerintah dala mewujudkan pembangunan akan berjalan,karena pundi pundi itu paling tidak membuat kita akan lebih optimis.
Namun...ini sebuah pertanyaan mendasar...yaitu...apakah pundi pundi itu sudah pasti,dalam arti asumsi itu mendekati kepastian untuk nantinya.Angka angka itu masih berupa perhitungan/asumsi yang didasarkan pada kinirja tahun sebelumnya,asumsi itu masih dibayangi oleh sustu ketidak pastian.Mengapa demikian. 
Coba kita menegok atau mengintip sebentar proporsi yang ada dalam item item angka yang ada selama ini,seperti dari indikator pendapatan.belanja,dan pembeayaan .Misalnya pada pendapatan khususnya dalam rancangan APBD itu angka yang ditargetkan  sebesar 152 milyar dimana komponen ini adalah yang akan dihasilkan dari PAD (pajak,retribusi dan pendapatan lain yang syah.).angka ini sangat tidak signifikan sebagai sebuah kontribusi dalan APBD,artinya bahwa sumber lain masih banyak mengharapkan dari pusat,dan persentasenya sangat tidak realistis.
Rtinya masih swekian persen ( 85%) masih menggantungkan dana ari APBN,meskipun menerut saya hal ini sudah tidak mengherankan toh otonomi daerah yang berjalan sekarang bukan otonom dalam bidang fiskalnya,daerah daerah lainpun ada yang rumah tangganya masih banyak disubsidi oleh pusat.
Obsesi yang berlebihan
Mari kita menegok RPJMD 2010 - 2015 Walokota Surakarta sebagai pengejawatahan/operasionalitas dari VIsi mereka ketika ingin dipilih kembali pada periode kedua masa bhaktinya mendatang, seperti dalam komitmennya  menuju ekonomi kerakyatan dsbnya,belum dalam komplain BPKMS misalnya yang kalau di evaluasi pasti ada/boleh  jadi dikatakan tidak terlalu tepat sasaran..
Memang pendulum yang bergoyang sekarang tidak pada pembangunan fisik,namun akan lebih pada pemberdayan ekonomi,namun pada satu sisi walikotasangat getol akan menyulap Solo menjadi kota hutan.....pertanyaannya ini kan juga sama saja bhawa obsesesi pembangunan fisik tetap berlanjut..Kemudian isu lainnya seperti pembentukan karakter budaya,ini malah sangat abstrak,dan apabila diimplementasikan juga sulit...harus dimulai dari mana,karena harus diakui bahwa kita ini sebenarnya sudah terkontaminasi budaya global....budaya lokal menjadi inferior.
POSTUR RAPBD 2011

Sekilas saya membaca dalam harian Solopos,dilaporkan tentang komponen APBD yang meliputi Pendapatan,Belanja<dan Pembeayaan.,nampak proporsi yang sangat over estimate atau asumsi yang seolah seolah dana itu nati akan terwujud (bukankah pundi APBD itu masih berupa pepesan kosong),saya katakan demikian itu karena pada pembahasan yang dilakukan asumsinya adalah beragkat dari kinerja tahun sebelumnya........padahal proporsi dana yang dapat diperoleh sendiri itupun hanya sedikit dalam menyumbang APBD (15 % ) dari PAD,terus bagaimana dengan dana yang sifatnya kita menengadahkan tangan ke pusat ketika APBN sendiri sangat payah untuk tahun mendatang,karena banyak dana yang harus diprrioritas pada upaya recovery akibat bencana alam yang bertubi tubi yang notabene akan menguras dana itu .
Implikasi dari bencana alam ini tentu aja pemerintah pusat akan lebih mementingkan upaya pemulihan akibat bencana alam yang tidak sedikit..Bahkan berita yang saya dapatkan bahwa pada 10 bulan terakhir ini pusat sudah berhutang cukup banyak sekitar hampir 150 trilyun rupiah..Jadi harapan dana perimbangan itu bisa jadi menjadi permasalan kedepan dalam hitungan APBD kota Surakarta nantinya.
SOLUSI HUTANG DAN MENGGENJOT PADIni mungkin jurus terakhir atau menjadi atau sebuag spekulasi,maka kalau ini yang dilakukan seperti dalam pembeayaan pembangunan RSUD yang harus mengambil hutang,meskipun mungkin akan mengorbankan program pelangi yang bernama BKPMS,toh juga masih menemui kendala,yaitu dana yang dijanjikan pusat sebesar 7 milyar pun sampai sekarang belum nampak bayangannya..Selanjutnya akan coba prediksi apabila strategi daiatas yang menjadi piihan,maka implkasi yang akan menyeret pada permasakaan baru munmgkin adalah

1.Menggenjot PAD,ini tidak mudah sebab akan berhadapan dengan  perhitungan cost pada usaha masyarakat,memang pajak adalah sumber dari dana untuk pembamgunan,namun bagaimana kalau ini justru nantinya membebani masyarakat yang notabene berada pada usaha sektor riil non formal
2.Ektensifikasi pada sektor retribusi inipun juga masih perlu disosialisasikan,ini akan berdampak internal pada pemain lokal,dan eksternal pada calon investor,dan ini juga termasuk pajak daerah natinya.
3..Pada satu sisi yang saya baca pada konsep pembeayaan,penyertaan modal mengalami penurunan,ini akan mengerdillkan BUMD yang ada yang diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pendapan daerah.

KESIMPULANNYA

 Kembali pada perhitungan RAPBD yang ditarget menembus 1 trilyun lebih ini,harus diingat bagaimana kemampuan keuangan pemerintah pusat yang sekarang masih dihadapkan pada nota pembayaran akibat bencana alam yang masih belum bisa kita prediksikan kemungkinan akan membengkak mengingat bencana atau perobahan iklim global in masih mengancam kita.
Mengaharapkan bantuan dana perimbangan sangat diliputi ketidak pastian.
Ingat proporsi 85 % tidak mudah diharapkan.
Yah..ini hanya prediksi saya saja,semoga salah,dan anggaran yang cukup spektakuler pada tahun 2011 dapat terealisir. ( agustaf....dari padepokan inferior nop 23  2010 )

Jumat, 05 November 2010

MENAKAR UU NO 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RAYA (kasus raperda retribusi daerah Kota Surakarta) Oleh : Agustaf twoham



Seperti apa  yang dituangkan pada konsideran dari UU ini esensinya sangat komprehensif,termasuk untuk penataan atau pengaturan ruang jalan kota,ketertiban jalan raya ,keselamatan pengguna jalan dsb (baca UU no 22 th 2009).Ada beberapa daerah yang mencoba untuk melakukan loby kepada pemerintah pusat untuk meminta pengecualian,seperti yang dilakukan DPRD kota Surakarta baru baru ini yang hasilnya tidak seperti yang diharapkan alias ditolak.Dan kesimpulannya harus mentaati UU tersebut.,namun nampaknya usaha untuk meminta pengecualian itu masih akan dilakukan konsultasi lagi ke Kementrian Perhubungan.Pertanyaannya mengapa begitu getolnya Pansus Raperda  DPRD Kota Surakarta   dengan UU No 22 tahun 2009 ini .????

KEPENTINGAN EKONOMI POLITIK
Berbicara masalah ekonomi politik,adalah membicarakan SIAPA MEMPEROLEH APA DAN SIAPA KEHILANGAN APA,inilah yang menjadi kegusaran atau boleh saya katakana lebih operasional lagi yaitu kegagapan para wakil rakyat di kota Solo ini dengan pemberlakuan UU NO 22 Tahun 2009 yang sudah dipastikan akan terjadi resistensi dari rakyat (red ::konsituennya ???).yaah…saya kira ini lumrah dan maklum kalau para wakil rakyat ini cukup berpikir keras bagaimana memperjuangkan kepentingan konsituenmya (maaf begitu saja istilah saya).
Secara teorinya ekonomi politik itu adalah bahwa ekonomi tidak akan seratus persen bebas nilai,pasti ada kepentingan kepentingan nah dari sinilah akhirnya bargaining bargaining politik menjadi mengemuka di tingkat local.
Esensi dari UU NO 22 tahun 2009 ini sebenarnya dalam konsiderannya cukup mengakomodasi tentang kepentingan ekonomi ,karena jalan adalah sebagai sarana roda perekonomian secara makro..Namun menjadi lain ketika pada klausul klausul yang mengatur misalnya larangan parkir dijalan milik pemerintah,seperti jalan nasional,jalan provinsi ini yang menyeret implikasi ekonomis terhadap pengais rejeki dari hasil parker,baik pemerintah sebagai sumber PAD dan masyarakat sebagai pekerja parkir yang mencari makan dari sana.

KASUS DI KOTA SOLO DAN KOTA LAIN
Berdasarkan criteria diatas,maka cukup banyak potensi atau ruang parkir yang selama ini digunakan akan hilang alias dilarang untuk parkir.Sumber yang saya peroleh untuk jalan nasional saja akan kehilangan  7 (tujuh) ruas jalan,dan jalan provinsi sebanyak 10 (sepuluh) ruas jalan (dalam Solopos 6 nop 2010).Lahan ini selama ini potensi ekonomisnya akan hilang,siapa yang merasakan..pasti saja Pemkot sebagai sumberPAD dan para jukir sebagai ladang mencari rejeki untuk menghidupi keluarganya……cukup pusing ya..????
Menurut laporan Pansus yang menangani masalah ini, kota Solo sudah terlanjur menggunakan jalur jalan sebagai kegiatan ekonomi(parkir),artinya jalan  bukan sebagai fungsi yang semestinya.Sebagai perbandingan,seperti di kota Tanggerang semua toko yang berada di ruas jalan  harus merelakan lahannya untuk diundurkan minimal 10 meter  untuk pelayanan parkir.,inilah katanya yang sulit bila dilaksanakan di kota Solo,karena semua ruas jalan sudah  untuk parkir ( ini belum yang digunakan sebagai titik reklame billboard raksasa) cukup menyita ruang public..

TANGIBLE DAN INTANGIBLE COST NYA
Tangible cost nya
Sayangnya saya kurang punya akses untuk mencari data tentang berapa pendapatan dari retribusi parkir ini,namun seberapapun, hilangnya kontribusi PAD dari sector ini pasti cukup signifikan,berdasarkan inventarisasi dari Dishub kalau UU ini diimplementasikan  lahan parkir yang hilang sekitar 80 %,bisa dibayangkan apa dampaknya….pengangguran jukir berapa besarnya dan bagaimana pemkot mencari solusi untuk alih profesi terhadap mereka,saya membayangkan ini tidak semudah membalik tangan.
Intangible cost nya
Problem ini yang saya kira akan cukup membawa implikasi yang cukup krusial,karena ini costnya tidak diukur secara material,namun akan bersinggungan dengan kepentingan yang cukup kompleks seperti :
1.Kalau pemkot dan legislatifnya tidak bisa mencarikan solusi dan paling tidak mensosialisasikan kepada pihak yang berkepentingan,baik kepada pekerja parkir yang kehilangan lahan pekerjaan,dan pengguna fasilitas parkir pasti akan kesulitan akses untuk parkir.dan kemudian bagi penyedia jasa /pemilik usaha akan sepi karena sulitnya akses parkir..Beayanya adalah tudingan masalah keberpihakan yang tidak ada dari pemkot,aspirasi yang harus diperjuangkan kepada  konsituen dari masing masing politisi..
2.Keresahan social akibat timbulnya pengangguran,meskipun proporsinya tidak begitu besar secara kwantitatif,namun secara kwalitatif konflik politisnya cukup menjadi perhatian.. Pengalaman selama ini keresahan social akibat kesenjangan ekonomi akan memicu  masalah social dan bisa berlaut larut kalau tidak segera ditanggapi..
PANTANG MUDUR
Pansus DPRD (Pansus Raperda Retribusi Daerah) nampaknya tidak pantang mundur,konon akan dilanjutkan dengan konsultasi lagi yang kali ini dengan Departemen Perhubungan untuk meminta pengecualian,setelah konsultasi yang pertama kepada Kementrian Keuangan ditolak.
Semoga berhasil,dan bisa memberikan argument yang jelas tegas dan jujur ( pinjem istilahnya Pong harjatmo).dari” Mas agak gundul sedikit,” Nop 2010.Sekian,mohon maaf.

SETENGAH HATINYA SINERGITAS ELEMEN STRATEGIS PEMBERANTASAN KEMISKINAN

Tulisan ini terpicu oleh setelah saya membaca koran Solopos yang meliput sebuah acara Seminar baru baru ini di The Sunan Hotel dengan tema : Mensinergikan CSR  antara strategi membangun  Awareness Perusahaan dan dan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat (Solopos  rabu  3 nop 2010)
Dari temanya saja ini sudah cukup memberikan harapan  bahwa pemberdayaan ekonomi kerakyatan/pemberantasan kemiskinan akan terjamin dan paling tidak ada sebuah titik terang bagaimana mengatasi kemiskinan.
Konsep CSR ini sebenarnya adalah sebuah wujd pertanggungjawaban moril ekonomis pengusaha yang sudah mapan bagaimana bisa bersinergi dengan pelaku ekonomi sektor informal(ekonomi sirkuit bawah) dan tentu saja juga ada pendamping politis yaitu posisi dan peran Pemerntah yang mempunyai peran dan fungsi sebagai ...pengatiur.pelayanan ,dan pemberdayaan.
.Tetapi apa yang terjadi dlalam diskusi pada senminar yang dihelat kemarin itu..????...masih terdapat benang kusut yang harus  masih perlu diurai.serta pertanyaan besar dan tidak sehat Yaitu " Bahwa tiga elemen strategis yaitu  pemerintah,swasta dan masyarakat masih belum ada sebuah sinergitas yang baik,sehingga konsekuensinya adalah sasaran dan niat luhur yang ada dalam konsep pilar strategis ini :mlempem tidak berjalan,dan bahkan saling menunggu,dan akhirnya sasaran dari program ni masing melayang layang diudara alias tidak membumi......Trus siapa yang  harus disalahkan atau dikritik.
Bagaimana membagi peran

Pertanyaan ini sebenarnya kurang menggigit ,karena konsep atau straegi ini sudah cukup lama dibuat,hanya konsistensinya yang masih kabur,dari pihak swasta masih menuding pemerintah terlalu pasif kurang greget dan bahkan untk kegiatan sosialisasi saja dirasa masih minim apalagi sebagai penyelenggara tidak memiliki konsep strategi yang dapat memberikan data yang akurat terhadap sasaran CSR.
Belum adanya guiden line dari pemerintah(Kota) inilah yang banyak dituding pihak CSR yang menjadikan program ini tidak berjalan.,dan lebih lebih lagi pemerintah tidak piawai dalam mengarahkan sinergitas elemen CSR ini.
Kemitraan tidak berjalan
Sebuah kasus yang dihadapi oleh salah satu perusahaan yang harus bermitra dengan petani untuk permintaan jahe misalnya,masih menghadapi hal yang menyulitkan perusahaan yaitu tingginya harga jahe,ini menurutnya karena kurang/minimnya pembinaan,pengawasan dan pengendalan  dan kontrol pasar dari pemerintah yang masih kurang.
Bagaiamana kedepan yang seharusnya dibenahi
Masing masing elemen menurut saya harus konsekuen dan peka serta segera  menyusun SOP,menjalankan peran strategisnya sebagai pemerintah yaitu terutama pada fungsi pemberdayaan,regulasi,serta pelayanan.Program program yang melekat di masing masing satker memahami dan familiar dengan program sinergitas pemeberantasan  kemiskinan ini,sementara pelaku usaha juga konsisiten dan tidak setengah setengah,apalagi  selalu mengeluh,dan yang terakhir masyarakat.
Masih ada titik terang
Dari apa yang dilaporkan oleh Assisten Sekda Prov ,sebetulnya sinergitas ini katanya sudah berjalan dan selelu mengevaluasi dan koordinasi dengan sejumlah kurang lebih 50 BUMN dan BUMD yang konon katanya sudah merealisasikan sekitar 32 milyar yang sudah disalurkan oleh CSR.
Sementara untu kota sol sedang akan dibentukBUMM (Badan Usaha Milik Masyarakat) baik tingkat RT maupu Kalurahan.,yang diharapakan akan terjadi sinergitas yang benar benar sinergis diantara tiga pilar strategis ini nanti....( red :.kita tunggu realisasinya)
Demikian sekilas urun rembug atau apapaun namanya,tapi kata kunci dari kebijakan ini adalah sinergitas yang solid menjadi hal yang wajib.( agak gundul sedikit. dari lembah nestapa okt 2010)

Sabtu, 23 Oktober 2010

UNDANG UNDANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DAN KEBUNGKAMAN BADAN PUBLIK YANG MASIH BERBAJU BESI...


oleh Agustaf Twoham pada 23 Oktober 2010 jam 7:50
Sudah dilahirkan sebuah undang undang tentang keterbukaan informasi publik yaitu UU Nomor 14 tahun 2008,yang pada esensinya bahwa keterbukaan dan penyebarluasan informasi tentang kinerja badan publik adalah hak absolut dari masyarakat yang notabene yang paling memilki hak untuk kebutuhan informasi tenytang apa yang telah dan akan dilakukan pemeintah.

Hak publiki ini sebenarnya sudah menjadi komitmen semenjak negara ini merdeka dan di bentuk,yaitu seperti apa yang tersurat pada UUD 1945 pasal 28 (f),karena informasi dan keterbukaan mendapatkan pengetahuan dan kedaukatan untuk mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tertulis adalah menjadi bagian hak dari bangsa ini.Jadi sekali lagi sebenarnya hal ini sudah seharusnya bukan menjadi hal baru,namun...tetapi mengapa dalam praktiknya masih ada ganjalan,keengganan khususnya yang "kawogan" atau pemerintah untuk enggan terbuka (Solopos 23 okt 2010),memberitakan juga hasil sebuah diskusi yang dihelat oleh sebuah LSM ,yang menyoroti implementasi UU KIP ini.Dan nampakanya ada benang merah yang masih belum terurai....Pemerintah masih pakai baju besi yang sulit ditembus.

 Budaya amtenar
abirokrasi kita ini kalau tidak mau memungkiri masih mewarisi sistim yang agak sedikit sisa sisa feodalismenya,ditambah warisan ordebaru ,walaupun sudah dilakukakan reformsi,namun praktiknya dan implementasinya masih belum membumi.Sebagai cerita saja apa yang sudah dilakukan oleh PATTIRO yang sebenarnya hanya ingin menciba sejauh mana pemahaman makna dari UU KIP dan telah dilakukan uji akses terhadap kebutuhan informasi.Hasilnya ternyata masih belum seperti yang diharapkan.
Ini lucunya lagi masih ada badan publik yang bingung(enggan)untuk menyampaikan informasi yang dimohon oleh masyarakat dengan dalih ini rahasia negara.
Memang dalam UU KIP itu tidak sangat absolut dalan liberal dalam arti semua informasi bisa dicurahkan,masih ada kreteria kriteria informasi yang dikecualikan apabila informasi itu lebih banyak merugikan kepentingan yang lebih besar apabila disampaikan.
Tetapi setidaknya komitmen dan merasa punya kewajiban untuk memberikan informasi itu sudah harus bukan menjadi hal yang seolah olah "tabu" dengan atas nama "menjaga rahasia negara"

Perlu pemahaman persepsi yang sama

Saya kira UU KIP ini bukan binatang aneh apalagi bagi negara kita yang berlabel "demokrasi",keterbukaan informasi itu sudah diisyarakatkan pada UUD 1945 bahwa keterbukaan informasi publik ini akan membawa kepada hal trasparansi,akuntabilitas,serta yang lebih penting adalah  dalam rangka mencerdaskan dan mengasah daya kritis masyarakat dalam arti yang positif..Makanya saya jadi geli ketika membaca koran Solopos yang meliput sebuah diskusi tentang kesiapan implementasi UU KIP ini,koq ya masih ada cap atau paling tidak interpretasi bahwa pemerintah masih enggan terbuka..
Kembali lagi kepada hasil uji akses yang dilakukan PATTIRO yang menyimpulkan bahwa bahwa dari sampel beberapa SKPD atau Badan Publik dikatakan belum siap melaksanakan undang undang keterbukaan informasi ini....pertanyaannya...apa badan publik ini masih ragu ragu/takut,atau belum siap dan lebih celaka lagi kalau ini dikarenakan masalah budaya ketertutupan itu.....

Masih perlu persiapan yang komprehensif
Oke,saya akan agak lebih proporsional dan toleransi kalau UU KIP ini masih belum familiar bagi yang seharusnya wajib menyampaikan informasi (pasal 7)...memang masih perlu disiapkan segala sesuatunya seoperti pedoman pelaksanaannya,lembaganya,bahkan infrastrukturnya,tapi yang lebih penting adalah cultur keterbukaan (dalam arti informasi yang bukan dikecualikan).Ini harus dipahami dan jangan merasa gusar dulu,dan pemegang kekuasaan/pejabat segera membentuk perangkat regulasinya,standard operating prosedurnya.Dalam aturan atau pedoman pelaksanaan UU KIP ini tertuang pada Permendagri Nomor 35 tahun 2010.disitu sudah jelas,maka seharusnya segera diimplementasikan disiapkan,sehingga tidak ada alasan pemerintah masihmenyiapakan aturannya.Ingat informasi publik disamping sebagai kebutuhan pokok masyarakat,sebenarnya akan memberikan ekspektasi bagi pemerintah akan adanya kontrol da mungkin kritik yang membangun,sehingga resistensi/penolakan penolakan tidak akan ada lagi.
Sebagai penutup saya hanya mengharapkan budaya ketertutupan dan mental amtenar feodal apalagi sifat sifat orde baru sudah seharusnya ditinggalkan dan dikubur dalam dalam..Percayalah tida ada rakyat yang akan mencelakakan pemerintahnya/pemimpinnya
(sekian,semoga bermanfaat...dari "agak gundul sedikit"okt 2010,masih di goa hantu.

Sabtu, 18 September 2010

UNTUK SIAPA APMCHUD

Mungkin masih banyak masyarakat yang kurang mengerti apa sebenarnya APMCHUD itu,dan mengapa diselenggarakan di kota Solo.Bahkan banyak kalangan yang acuh tak acuh karena maksudnya saja kurang mengerti.Pemkot Solo kurang mensosialisasikan apalagi menmberikan penertian dari APMCHUD itu bahkan artinya dalam bahasa Indonesianya.
Konferensi menteri menteri se Asean ditambah beberapa negara itu seharusnya menghasilkan suatu model bagaimana pemerintah kota surakarta khususnya dalam membuat sebuah kebijakan permukiman bagi rakyat kecil.Memang pada masa jabatan kedua atau kabinet Jokowi-Rudy jilid dua ini telah meletakkan semacam platform misi yang boleh dikatakan pro poor,seperti "ekonomi kerakyatan,eco cultural city,dan pengembangan nilai nilai budaya.
Tetapi nampaknya bila nanti kita bisa mencermati profil APBD nya untuk tahun 2011,sudah bisa ditebak bahwa konsistensi terhadap rekomendasi dari konferensi APMCHUD yang baru lalu pasti tidak membumi,alias abu abu dan tidak tegas.
Menurut saya tiga prioritas RPJMD  2010-2015 yang sedang disusun itupun dalam implementasinya nanti pasti akan lebih tersedot pada kegiatan kegiatan yang sifatnya tidak recovery dan ekspektasi ekonominya tidak ada.
Konsep ekonomi kerakyatan itu saja modelnya tidak jelas dari mana nanti suntikan dananya.(lihat kebijakan APBD yang berimbang) dan tidak berani :defisit adalah sudah menunjukkan bahwa program ini nantinya tidak akan menggigit.Menurut saya mengapa harus takut  defisit ???...Pertanyaannya...bagaimana dengan APMCHUD berapa proporsinya,signifikan nggak.????.(agustaf,lembah hip hop,september 2010)

Jumat, 02 Juli 2010

PROFESIONALISME PELAYANAN PRIMA

Tema hari jadi Pemkot ke 64 ini adal;ah "profesionalisme  Pelayanan prima:(Solo Berseri Edisi IV/tahun 2010),saya kira tema ini sudah seharusnya dan tidak menjadikan sesuatu yang luar biasa.Karena memang harusnya denikian seorang birokrat /PNS hal itu sudah menjadikan hal yang wajib.Hanya pertanyaannya apakah sudah sedemikian kenyataannya..Masih banyak perilaku dan budaya birokrat yang tidak profesional apalagi bisa memberikan pelayanan secara prima..Kita lihat saja kasus kasus pegawai yang kena sanksi mulai dari yang berat sampai yang ringan..Saya kira tema atau visi tersebut masih memerlukan liku liku perjalanan yang panjang dan perobahan budaya yang sampai saat ini masih melekat.
Berbagai penegakan disiplin memang sudah nampak diberlakukan seperti apel pagi,pengawasan melekat serta berbagai cara lain yang telah dilakukan demi terwujudnya Birokrat yang benar benar melayani dan siap on time.
Mengapa  begitu susahnya
 Profesionalisme dan pelayanan prima adalah sesuatu yang tidak terpisahkan,kalau profesional pasti pelayanan prima adalah merupakan output dari hal tersebut..saya kira masih bayak faktor yang masih cukup menjadi kendala dan mengganjal tujuan itu.yaitu terwujudya birokrasi yang benar benar melayani.Berikut mungkin faktor faktor penghambat profesionalisme sbb :

1.Masalah budaya : kita ini masih dihadapakan atau dililit oleh budaya peninggalan feodalisme dan bahkan budaya orde baru masih melekat pada diri para birokrat,mereka masih merasa sebagai yang masih dibutuhkan,belum merasa yang harus melayani.Paradigma pembalikan pelayanan dan perilaku ini sebenarnya sudah didengung dengungkan sejak reformasi..Masalah culture ini nampaknya masih sangat sulit dan tidak semudah membalik kaki (artinya sulit membalik kaki daripada tangan).Budaya amtenar apalagi,tanpa meremehkan lulusan STPDN yang dari sononya juga dididik keras dalam arti negatif ( contoh penganiayaan sesama mahasiswa,kasusu skandal seks dsbnya.jadi dari pabriknya saja birokrat  sudah jauh dari profesionalisme,saya masih memerikan apresiatif birokrat dari lulusan perguruan diluar STPDN,mereka relatif lebih cepat diajak profesional.Saya ingat pernah membaca bku karangan David Osborne,yang sekaligus membuat saya merinding,yang mengatakan,kalau akan memnajadikan birokrasi baik harus merubah DNA nya dari birokrasi itu..(betapa susahnya)
Implikasi dari semua itu maka jangan heran sikap sikap korup,arogansi masih saja terjadi di kalangan birokrasi,Perlu diingat birokrasi adalah urusan yang monopolotif istilah saya saya,artinya tidak ada kompetitor lain,sehingga masyarakat tidak ada pilihan lagi,seperti kita membeli barang di toko kalau pelayanan buruk tentu kita tdak akan membeli di toko itu,tetapi di birokrasi ya...mau gak mau ya harus disitu.

2.Masalah reward dan phunisment,masalah ini tidak jelas atau belum pasti parameternta,sehingga yang rajin dan tidak toh sama saja tetap menerima gaji.Tetapi bagi saya akan lebih menyoroti pada hal reward,ini masih sangat sangat subyektif,bahkan saya katakan institusi yang namanya Baperjakat masih jauh dari obyektivitasnya,boleh dikatakan banyak manipulasi dan dijangkiti ":like and dislike".Kadang yang lebih sakti adalah Baperjakat jalanan.Kalau sudah begitu apa yang terjadi...bisa ditebak kecemburuan,keputus asaan,dan akhirnya apatis alais indisiplinier karena mugkin sebagai bentuk resistensi atas kebijakan itu dan hasilnya adalah tidak prima lagi dalam memberikan pelayanan.Akses atau keterdekatan menjadi sesuatu strategi instan memperoleh posisi untuk meningkatkan/mencari jabatan.

3.Masalah sistem,masalah ini mengkait sekali dengan masalah aturan,mekanisme dan prosedural yang sudah usang dan kurang mengantisipasi perubahan eksternal.Ini menjadikan pembenaran bagi pengambil keputusan.Maka kedepan memang erlu terus ada evaluasi terus menerus terhadap sisitem ini.Apalagi kalau sisitem ini dimanipulir atau disalah gunakan.

4.Tidak terbiasanya untuk bekerja dalam mengahasilkan kinerja itu dituntun oleh susatu VISI dan MISI,apa akibat dari ini ???bisa ditebak bahwa bekerja atau kinerja tidak bisa terukur.memang visi dan misi ada,tapi apa yang terjadi...itu haya sebuah retorika saja,paling tidak tulisan ditembok saja..

5.Koordinasi,ini juga masih lemah,sikap arogansi dan ego sektoral ini masih menjadi permasalah juga.,banyak pekerjaaan yag betjalan sendiri sendiri dan bayak kebijakan yang akhirnya tidak berjalan baik.

6.Perencanaan yang tidak matang,ini bisa dilihat dari kinerja penyerapan APBD,ini sangat konyol ,karena dampak dari ini semua output dari kinerja menjai asal asalan saja (dta yang ada tahun 2010 ini pada bulan smester I ini saja tidak sedikit SKPD yang masih nol persen realisasinya).Ingat APBD sebagai salah satu variabel dari pertumbuhan ekonomi,karena dari san intervensi kebijakan publik dibiayai dari goverment ekspenditure.

7.Ini barangkali yang paling akhir ,yaitu,tentang kebijakan kebijakan publik yang nampaknya masih belepotan,dan selalu saja setiap kebijakan publik pasti dihadapkan pada resisitensi dari warga,contoh masalah pembangunan shelter bus umum,bahkan pengadaan dari bis iru sendiri.Program program yang nampaknya pro poor,itu belum dilandasi oleh roh yang sebenarnya.artinya kalau boleh saya sebut hanya politis saja.
Program atau proyek proyek yang sangat tidak recovery,ini nanti akan menjadi bom waktu dikemudian hari,yaitu pembeayaan yang membengkak.

Untuk itu profesionalisme itu saya kira jangan hanya diartikan secara sempit saj atau kulitnya saja,bukan pokoknya PNS nya nampak manut ,disiplin dsbnya,meskipun hal ini juga penting dan merupakan starting point,tetapi kedepan harus lebih komprehensif,yaitu pejabat yangb handal,responsifv.akuntabel,kapababel dan punya integritas.
Demikian urun rembug,semoga bermanfaat...selamat HUT ke 64 th usia yang sudah cukup manula,tetai jangan menjadi manula yang pikun.Kesejahteraan masyarakat ada dipundak birokrasi beserta birokratnya.AOPBD kita terbatas,maka efesiensi menjadi hal yang penting,kurangi celebrate yang tidak membuahkan multipier effect.Masalah PKL masalah banyak tersisa masalah,jangan berhenti pada keberhasilan pindahhnya MOnjari Ke pasar Notoharjo,masih banyak para PKL yang nekat jalan dipinggir jalan.Kita punya beban dengan sanjungan rekomendasi APMCHUD,...what next,dan apa posisi tawar kita dari Deklarasi APMCHUD 3 baru baru ini.jangan hanya seperti pasar malam saja ( maaf agak perih,tetapi ini demi kebaikan kita semua.karena masih banyak warga yang berada digaris kemiskinan..dan ancaman ledakan urbanisasi juga perlu menjadi perhatian).oleh : agustaf.juli 2010,dari pinggiran

Minggu, 27 Juni 2010

KOTA SOLO KOTA LAYAK HUNI ? :Sebuah penilaian dari Asosiasi pemerintah kota se Asia Pacific

Dari hasil pertemuam menteri perumahan se Asia Pacific atau APMCHUD 3 di Kota solo tanggal 22 sd 24 juni 2010 lalu,kembali solo menjadi sorotan.Dan sorotan itu adalah tentang keberhasilan pemkot Surakarta dalam penataan kotanya.Indikator dari tu antara lain keberhasilan dalam penataan PKL,pembangnan Rumah Susu n(Rusunnawa) RTLH di Kratonan dsbnya..
Saya kira ini menjadi logis dan bisa dimaklumi (red::menjadikan kita sebagai warga kota bangga).Pada peiode pertama masa bhakti walikota Jokowi bersama Rudy nampaknya bisa diacungi jempol.Ini mennunjukkan bahwa kinerja yang dicapai ini mendapatkan dukungan politik dari beberapa pihak,disamping komitment politik walikota solo dalam kebijakannya yang pro poor.
Implikasi dari penataan kota dan motivasi serta beberapa upaya branding juga cukup membuahkan hasil,itu bisa dilihat dari kunjungan wisatawan yang semakin meningkat dan kepercayaan dari beberapa negara untuk menyelenggarakan event di kota kita tercinta ini.
Kota Solo atau Surakarta sebagai kota MICE nampaknya sudah mulai melekat .Ini sangat positif bagi pengembangan perekonomian di perkotaan,dan apa yang disebut multipier effect kepada pertumbuhan dan income perkapita juga menjadi relevan.
IMPLIKASI EKONOMIS URBANISASI
Namun,hal tersebut sekaligus bisa menjadi sesuatu yang merugikan bagi perkembangan kota kedepan apabila pengetatan dan pengelolaan kota yang tidak justru menjadi bias.Mengapa dapat dikatakan begitu,dalam sebuah teori perkotaan dalam konteks ekonomi,sebuah kota yang maju akhirnya akan memberikan ekspektasi ekonomi dan apabila dari hinterlandnya tidak berkembang seiring maka masalah kedepan akan menjadi problem tersendiri.
Arus urbanisasi yang tinggi akan menjadi beban kota dan akhirnya justru kota menjadi kantong kantong slum area dan meningkatnya arus komuter.tidak menutup kemungkinan menyeret pada permasalahan baru yang cukup serius.Tema pada APMCHUD ke 3 diSolo adalah masalah urbanisasi dengan penanganan yang berkelanjutan adalah bagaimana Kota Solo dapat saling sinergis dengan daerah penyangganya( sekitarnya).Memang dengan jumlah penduduk yang berlipat pada siang hari,adalah penggabaran adanya aktivitas perekonomian,namun implikasinya tetap akan mengikuti .
APA YANG HARUS DILAKUKAN
Kota Solo yang tidak begitu luas ,hanya kurang lebih 44.km persegi tidak mungkin akan dapat dilebarkan kembali,sementara pemerataan yang tidak seimbang dengan kepadatan penduduk yang tidak merata perlu segera mendapatkan perhatian dengan sebuah perencanaan yang matang dan perlu dibahas dengan melibatkan elemen elemen masyarakat,akademisi dsbnya.Hal ini diharapkan kebijakan yang dihasilkan nantinya betul betul matang dan tidak terjadi ke mubaziran.Contoh kebijakan transportasi yang telah dilakukan perlu ditinjau kembali,karena sudah nampak problematik yangm enghadang,seperti justru akan menimbulkan kemacetan lalulintas,dan belum permasalahan susulan yang mungkin akan muncul.
Kata kuncinya tidak menutup kemungkinan bahwa dengan kemajuan kota justru akan terjadi pembiasan,tengok kasus di Jakarta.Jadi jangan sampai kota Solo menjadi kota metropolitan seperti di Jakarta,sepertu ledakan jumlah penduduk pendatang (tanpa bermaksud menjadikan kita sangat tertutup),namun ini logis dan perlu antisipasi sejak dini terhadap ancaman ini.
Sebagai kota yang dinilai menjadi kota percontohan dalam penataaan kota,tentu saja mejadi beban dalam mempertahankan apalagi meningkatkan kepada hal yang lebih baik.

DEKLARASI HASIL APMCHUD WHAT NEXT
yang menjadi pertanyaan sekarang adalah ,apa setelah itu dan apa implementasinya,bagaiamana merumuskan dalam konteks permasalahan lokal.Misalnya bagaimana penganggarannya dalam sisi politiknya,kerjasama dan pembentukan networkingnya.Penataan kota dengan tema urbanisasi perlu dipandang sebagai sesuatu yang tidak remeh,koordinasi dan kesepakatan politik menjadi pijakan awal.Dan lebih penting adalah peran CSR menjadi sangat strategisUntuk itu sekali lagi mari kita cermati isi Deklarasi ini secara gamblang dan implementatif dalam pola kerjanya.(agustaf)

Senin, 21 Juni 2010

URBANISASI DI KOTA SOLO

PERMASALAHAN KRITIS KEDEPAN UNTUK KOTA SOLO ADALAH LIMPAHAN KOMUTER DAN URBANISASI.TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK HAMPIR PADA TITIK KRITIS.INI AKIBAT DARI PERKEMBANGAN KOTA ITU SENDIRI YANG AKHIRNYA MENYERET PADA IMPLIKASI TUMBUHNYA SLUM AREA.TANDA TANDA YANG SUDAH BISA DILIHAT ADALAH PERMASALAHAN PKL,HUNIAN LIAR.
KITA HARUS BISA MEMANFAATKAN EVENT/MOMENTUM APMCHUD INI UNTUK MENANGANI PRMASALAHAN YANG SECARA KOMPREHENSIF ,DAN MELALUI "DEKLARASI SOLO".SOLO HARUS BISA MEMANFATKAN MOMENT INI.LEBIH ARIF JANGAN YANG DIPERLIHATKAN YANG BAIK BAIK SAJA,TUNJUKKAN YANG SEBENARNYA MASIH PERLU DITANGANI SECARA SERIUS>>>>> JANGAN SEMBUNYIKAN KOTORAN DIBAWAH KARPET,KITA AKAN RUGI SENDIRI....MARI ITA KEMBANGKAN KOTA YANG BERBUDAYA DAN MANUSIAWI....SELAMAT BERKONFERENSI....RAKYAT MENARUH HARAPAN KEPADA PERBAIKAN HIDUP YANG LAYAK.( agustav.juni 2010)

Senin, 31 Mei 2010

GALABO WISATA KULINER YANG UNIK

 wisata kuliner ini sebetulnya bukan senata mata meniru atau terinspirasi oleh model yang dikembangkan di kota surabaya,yang terkenal dengan "kya kya". "kya kya" lebih kepada warna pecinnannya (namanya saja kya kya,yang artinya seneng seneng).Tapi ada yang beda kalo yang di kota solo yang diberi nama :galabo" gladag langen bogan.Makanya yang dijual disana adalah makanan tradisional solo yang sudah terkenal,dan enak tentunya..Maka dengan menempati sebagian penggal jalan yang ditutup pada malam hari,pengunjung selah dimanjakan dan diberi keleluasaan menggunakan jalan yang pada malam hari memang relatif tidak banyak terfungsikan(bisa dicari alternatif jalan lain)..Kemudian apa yang unik dengan galabo ini,secara geografis tempat ini dikelilingi oleh tempat tempat cagar budaya seperti beteng vesternburg,kraton surakarta dan alun alun utara.Hanya saja perkermbangan terakhir ini konon katanya mulai meredup alias sepi,tidak tahu mengapa...apakah harga disitu lebih mahal ditempat lain,atau masyarakat mulai bosan,atau juga tidak ada semacam diversifikasi manajemennya.Harapan walikota solo tempat ini menjadi branding wisata.mari kita tunggu para pemikir atau think thank dari pejabat pemkot dalam mengelola obyek wisata ini.kuncinya tentu saja perlu ada evaluasi yang komprehensif. dari investigasi penulis banyak fasilitas tak jalan,seperti kran air yang tidak mancur alis mili (agustafsw)

carut marut reklame di kota solo

sudah waktunya reklame seperti ini harus ditata,jangan hanya karena mengejar demi peningkatan PAD,tetapi sebenarnya kerugian jangka panjang  dengan pemasangan reklame ini makin lama akan  menggerus kota menjadi kota yang kotor dan membuat mata sepet
Ini model reklame konvensional atau bahasa negatifnya reklame promitif.
Disamping wajah kota jadi tidak sedap,intagingible cost dari model pemasangan reklame ini lebih besar dibanding perolehan secara materiil (PAD).Kota iini nampak menjadi kota kapitaslis,dan tidak sedikit bahkan konten yang ada tidak mendidik sama sekali.Tiang yang tinggi dan tidak sedikit yang tidak di asuransikan,maka siapa yang menjadi korban apabila roboh...Untuk itu perlu ada reformasi model kebijakan penataan reklame yang ramah lingkungan dan estetika kota tetap menjadi pedoman.semoga menjadi masukan.
agustafsw,

Rabu, 26 Mei 2010

MENYUSUN RENSTRA PERKOTAAN

Oleh:
Achmad Djunaedi
Staf Pengajar
Program Magister Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD) UGM
E-mail: achmaddjunaedi@yahoo.com adjun@ugm.ac.id
http://intranet.ugm.ac.id/~a-djunaedi/


Kuliah tentang proses perencanaan strategis (untuk pemerintahan kota atau perkotaan)

ini dibagi dalam dua sesi (dua kali pertemuan), yaitu: kuliah yang pertama membahas tentang

tinjauan umum proses tersebut, dan kuliah yang kedua mendiskusikan kasus-kasus penerapan

proses tersebut ke beberapa kota (diangkat dari beberapa sumber pustaka). Dalam kuliah,

variasi di luar teks bahan kuliah ini akan diberikan dan peserta kuliah diminta juga dapat

mendiskusikan pengalamannya langsung atau dari bahan-bahan pustaka.

Pendahuluan

Dalam pustaka tentang teori perencanaan, sepanjang sejarah pemikiran perencanaan

terdapat beberapa tipe perencanaan, antara lain: (1) perencanaan induk (master planning); (2)

perencanaan komprehensif/ menyeluruh (comprehensive planning); (3) perencanaan

inkremental (incremental planning); (4) perencanaan advokasi (advocacy planning); (5)

perencanaan strategis (strategic planning); dan (6) perencanaan adil/ ekuiti (equity planning).

Meskipun fokus bahan kuliah ini pada perencanaan strategis, tetapi tipe perencanaan lainnya

dibahas disini hanya untuk memberi gambaran perbedaan-perbedaan yang mendasar saja.

Sebagian besar bahasan perbedaan-perbedaan ini diangkat dari buku Readings in Planning

Theory (Campbell dan Fainstein, 1996: Part III, hal. 259-362).

Dalam sejarah perencanaan wilayah, pada awalnya kota dilihat secara fisik dan pada

saat itu tipe perencanaan induk (master planning) banyak dipakai. Tipe perencanaan ini

berasal dari bidang arsitektur; jadi memang lebih bersifat perencanaan fisik bangunan. Pada saat

kehidupan mulai lebih kompleks, kota tidak hanya dilihat secara fisik tapi juga dari aspek-aspek

lain, dan hal ini mendorong timbulnya tipe perencanaan komprehensif (menyeluruh). Tipe ini

Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–1


berusaha mengatasi setiap persoalan yang datang dari seluruh aspek kehidupan kota. Setelah
beberapa dekade, banyak kritik dilontarkan ke tipe ini bahwa cakupan perencanaan
komperehensif terlalu luas dan tidak mungkin tercapai, sedangkan banyak keterbatasan yang
menjadi kendala dalam mengatasi seluruh permasalahan. Tipe perencanaan strategis
menyarankan untuk mengatasi hanya beberapa permasalahan yang utama (yang strategis) saja,
karena ketersediaan sumberdaya untuk mengatasi permasalahan juga terbatas. Cara berpikir
yang hampir serupa dilontarkan oleh tipe perencanaan inkrimental, yaitu untuk mengatasi
sebagian permasalahan saja (tidak perlu seluruhnya). Hanya saja perencanaan inkrimental tidak
mengharuskan bagian demi bagian yang diatasi perlu mempunyai konsistensi dan
kesinambungan, karena tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi (yang mungkin berbeda
dari waktu ke waktu).

Keempat tipe perencanaan di atas (perencanaan induk, komprehensif, strategis, dan
inkremental) menghasilkan satu rencana yang bersifat publik untuk satu wilayah perkotaan.
Produk perencanaan berupa (hanya) satu rencana yang disepakati oleh publik. Hal ini
dipandang tidak mungkin oleh tipe perencanaan advokasi, karena itu tipe ini mengusulkan
adanya banyak rencana yang mewakili banyak kepentingan (terutama kepentingan yang tidak
diuntungkan oleh cara pengambilan keputusan publik yang ada saat itu). Kritik terhadap
ketidakadilan dalam proses perencanaan juga dilontarkan oleh tipe perencanaan ekuiti. Tipe ini
memperjuangkan kepentingan masyarakat miskin dan arus bawah agar dapat masuk ke dalam
proses perencanaan (tidak peduli ada satu atau beberapa rencana).

Keuntungan menggunakan tipe perancanaan strategis yaitu kita dapat melakukan, antara
lain (Gordon, 1993: 3-6):
1) Antisipasi terhadap masa depan, terutama terhadap peluang dan permasalahan

strategis. Bila jauh hari, kemungkinan permasalahan dapat diantisipasi sebelum benarbenar
terjadi, maka permasalahan tersebut dapat diminimalkan dan dampaknya dapat
dikendalikan. Bila peluang tidak diantisipasi, maka kita akan kehilangan kesempatan dan
mungkin problema muncul karenanya.

2)
Evaluasi diri. Dengan perencanaan strategis, kita semua dapat bekerja bersama untuk
mengevaluasi diri, terutama tentang kekuatan dan kelemahan yang kita miliki. Kesadaran
akan kekuatan dan kelemahan diri akan membuat kita lebih realistis dalam merencanakan
masa depan kita.

3)
Perumusan tujuan bersama melalui konsensus. Dengan tipe perencanaan strategis
yang menggarisbawahi pembangunan konsensus antar stakeholders maka dapat
dirumuskan ke arah mana kita akan menuju dan dengan cara apa yang terbaik untuk
sampai ke tujuan tersebut. Dalam pembangunan konsensus ini tentunya ada negoisiasi
untuk "memberi-dan-menerima". Adalah lebih baik terjadi konflik selama proses

2— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum


(sehingga dapat dicari kesepakatan) daripada konflik setelah proses perencanaan selesai
dan rencana telah disahkan untuk diimplementasikan. Catatan: stakeholders diartikan
sebagai semua orang/pihak yang berkepentingan langsung dengan kita (organisasi kita).

4)
Alokasi sumberdaya. Perencanaan strategis mengalokasikan sumberdaya dengan
menetapkan prioritas dalam perumusan strategi, terutama sumberdaya manusia dan
prasarana. Alokasi sumberdaya dilakukan antar bidang layanan perkotaan yang saling
berkompetisi dalam meningkatkan kualitas layanan.

5)
Pemantapan tolok banding (benchmarks), yang berupa rumusan tujuan dan sasaran.
Hasil implementasi atau tindakan dibandingkan dengan tolok banding keberhasilan.
Dengan menilai kinerja akan dapat ditarik "pelajaran" dari pengalaman dan masukan balik
diperlukan untuk meningkatkan kualitas rencana strategis dalam hal proses maupun
produknya.

Proses Perencanaan Strategis secara keseluruhan

Di bagian atas telah dibahas perbedaan antar tipe perencanaan, dan di bagian ini
memfokuskan diri pada proses perencanaan strategis. Perencanaan strategis pada dasarnya
tidak menganut satu proses yang standar dan banyak sekali variasi proses yang ditawarkan oleh
pustaka-pustaka tentang perencanaan strategis (serta tergantung juga dengan bidang tempat
perencanaan strategis tersebut diterapkan). Menurut sejarahnya, perencanaan strategis pertama
kali diterapkan di bidang militer (untuk para generals), kemudian diterapkan ke dunia usaha
atau perusahaan (untuk para general managers). Pada masa berikutnya, tipe perencanaan ini
juga diterapkan ke organisasi nir-laba (non-profit), dengan proses perencanaan seperti terlihat
pada Gambar 1.

Pemerintahan kota termasuk organisasi nir-laba. Seperti halnya dunia usaha,
pemerintahan kota pun perlu tanggap terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya, baik
internal maupun eksternal. Orientasi dunia usaha lebih menuju ke pencarian keuntungan atau
laba, sedangkan pemerintah kota menekankan pada penyediaan layanan dengan sejumlah
sumberdaya yang dimiliki dan dengan motivasi bukan untuk mencari laba. Dunia usaha
membuka atau menutup bidang layanannya tergantung pada pasar dan margin keuntungan,
sedangkan pemerintah kota tidak boleh menutup suatu bidang layanan yang ditugaskan
kepadanya oleh masyarakat.

Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–3


Kekuatan,
kelemahan
Peluang,
ancaman/
tantangan
STRATEGI-STRATEGI
- Alternatif praktis
- Hambatan
- Usulan utama
- Tindakan
- Program kerja
GAMBARAN ORGANISASI
DI MASA DEPAN
("Visi keberhasilan")
TINDAKAN-
TINDAKAN
PERUMUSAN STRATEGI IMPLEMENTASI
KESEPAKATAN AWAL
("Merencanakan untuk membuat rencana")
SUMBERDAYA
- SDM
- Keuangan
- Kompetensi
- Informasi
STRATEGI
YANG ADA
- Keseluruhan
- Per Dinas/
fungsional
KINERJA
- Hasil
- Sejarah
MISI / NILAI-NILAI
oleh Stakeholders
PENUGASAN
(MANDAT)
KAJIAN
INTERNAL
KAJIAN
EKSTERNAL
ISU-ISU
STRATEGIS
HASIL-
HASIL
DAYA
(FORCES) & TREN
- Politik
- Ekonomi
- Sosial
- Teknologi
KLIEN/
KUSTOMER/
PEMBAYAR
PESAING
- - Daya saing
KOLABORATOR/
MITRA
- Daya kemitraan
Gambar 1: Proses perencanaan strategis untuk organisasi nir-laba
(Bryson dan Einsweiler, 1988: 17, Fig. 2-1)

4— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum


Pada kenyataannya, proses perencanaan strategis mempunyai banyak variasi, seperti dapat
dilihat di pustaka-pustaka. Dalam hal ini, difahami bahwa tidak ada "standar baku" format
proses perencanaan strategis. Meskipun demikian, mengamati banyak variasi proses
perencanaan strategis, dan untuk tujuan menjelaskan tahapan proses pada kuliah ini, maka
ditampilkan suatu "pola umum" proses tersebut—seperti terlihat pada Gambar 2—yang terkait
pula dengan perencanaan operasional (taktis) dan tindakan/ implementasinya.

Visi & M is i K ajian
l ingkungan
(e ksternal
& inte rnal)
Is u-is u s trategis
(T ujuan, S as ara n, dan)
Stra tegi-strate gi Pengem bangan
R e ncana Ope rasional
Tinda kan
Pem anta uan
& Evaluas i
Pere ncana
an
s tra tegis
Pere ncana
an
taktis
Tinda kan
Um panbalik
Data/informas i
dari S umber lain
Gambar 2: Pola umum proses perencanaan strategis

Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–5


Rincian Proses Perencanaan Strategis

Penjelasan tentang rincian proses ini didasarkan pada diagram proses tersebut di atas
(Gambar 2). Menurut proses umum tersebut, perencanaan strategis mempunyai empat unsur,
yaitu: (1) visi dan misi, (2) hasil kajian lingkungan (eksternal, dan internal, serta asumsi yang
dipakai), (3) isu-isu strategis, dan (4) strategi-strategi pengembangan. Tiap unsur dibahas lebih
rinci di bagian berikut.

Visi dan Misi

Unsur ini biasanya dimulai dengan visi (vision), dan disusul oleh misi (mission). Karena
sulitnya menuliskannya dalam kata-kata, seringkali visi tidak dituliskan, tapi langsung
dikemukakan misinya. Kadangkala pernyataan visi diganti dengan tujuan umum (goals) yang
ditempatkan sebelum rumusan strategi. Sekali lagi perlu dicatat disini bahwa tidak ada standar
baku proses perencanaan strategis, yang dalam khazanah pustaka banyak versi dalam hubungan
antara visi. misi, tujuan dan strategi. Misal, alternatif pasangan di bawah ini (Gambar 3).

A lte rnatif A 1 K ajian
li ngkungan Vis i M is i Is u st rate gis Strat egi
A lterna tif B1 K ajia n
li ngkungan M is i Tujuan &
s asaran
Is u st rategi s Strate gi
Alternatif A2

Isu strategis

Strategi

Visi

Misi

Tuj uan &
sa sara n
Isu strat egis Strategi
Alternatif B2

Misi

Alternatif A3

Strategi

Visi

Misi

Tuj uan &
s as ara n
Stra tegi
Alternatif B3

M isi

6— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum


Gambar 3: Beberapa alternatif susunan visi-misi-tujuan-strategi dalam dokumen rencana
strategis (renstra)

Melihat variasi komposisi isi renstra, dapat dilihat bahwa minimal perlu ada misi dan strategi
serta salah satu dari dua hal, yaitu: visi atau tujuan (Alternatif A3 atau B3). Dalam suatu renstra,
kadang kala dicantumkan juga nilai-nilai yang diyakini (values, beliefs), prinsip-prinsip, dan
rencana tindakan atau langkah-langkah implementasi. Karena rencana tindakan berubah dalam
jangka pendek, maka dokumen renstra yang sekaligus memuat rencana tindakan akan terpaksa
sering diperbarui.

Visi. Smith (1994: 14) mengartikan visi kurang-lebih sebagai gambaran yang jelas
(clear image) tentang wujud masa depan yang mengendalikan rencana strategis. Pengertian visi
ini dijelaskan lebih lanjut oleh Hunt dkk (1997: 51-52) sebagai berikut:

"Visi untuk suatu institusi merupakan perwujudan yang institusi tersebut ingin
menjadi pada suatu waktu di masa depan bila impian dan aspirasi dari yang
memegang kepemimpinan telah membuahkan hasilnya. Visi tersebut dapat saja
meliputi jalur-jalur alternatif institusi tersebut akan mengikuti dan tentu saja
mungkin tidak konsisten dengan kondisi internal saat ini. Visi tersebut dapat juga
meliputi hal-hal yang hanya sedikit (bila ada) pemimpin yang berpendapat
bahwa visi akan terwujud dengan cara yang dijelaskan pada saat ini. Hal ini
disebabkan karena perubahan teknologi atau perubahan perundang-undangan
yang membuat sulit, bahkan tidak mungkin, untuk mempunyai gambaran yang
jelas dan rinci tentang wujud visi tersebut."

Visi ditulis sebagai "kata benda" yang menjelaskan suatu keadaan yang diimpikan. Untuk
menuliskan visi secara rinci memang tidak perlu, dan yang penting—menurut Hunt dkk (1997:
53)—pernyataan visi mampu mendorong kita untuk berpikir tentang masa depan secara kreatif
tanpa memikirkan kendala seperti anggaran, preseden, dan apakah hal tersebut diterima oleh
pihak lain atau tidak. Contoh visi bagi suatu negara, misal: Indonesia di masa depan ingin
mewujudkan diri sebagai "masyarakat yang adil dan makmur". Pernyataan visi perlu aspiratif
dan mengandung harapan, seperti saran Kouzes dan Posner (dalam Bryson, 1988: 194) bahwa:

"Visi berfokus pada masa depan yang lebih baik.
Visi memberi harapan dan impian.
Visi memegang nilai-nilai bersama.
Visi menyatakan hasil yang positif.
Visi menekankan kekuatan dari kelompok yang bersatu.
Visi menggunakan kata-kata penggambaran, citra dan metafor.
Visi mengkomunikasikan entusiasme dan kesenangan yang membahagiakan."

Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–7


8— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum


Dua contoh pernyataan visi berikut ini diambil dari Smith (1994: 20).
Contoh 1: Visi Dewan Air, Negara Bagian New South Wales (Australia):

"Visi Dewan Air adalah tercapainya kesempurnaan dalam manajemen
lingkungan dan kinerja komersial melalui layanan yang berkualitas."

Contoh 2: Visi Institut Administrasi, Universitas New South Wales (Australia):

"Visi kami adalah para manajer di Australia dan di dunia melaksanakan
kepemimpinan yang beretika dan berpandangan ke masa depan dan Institut ini
akan menjadi yang di atas rata-rata dalam mewujudkan impian ini."

Misi. Bryson (1988: 96) membedakan misi dengan visi dengan penjelasan sebagai
berikut: "Misi... menjelaskan maksud (purpose) organisasi dan mengapa (why) perlu
melakukan yang dikerjakan saat ini; sedangkan visi menjelaskan seperti apa (what) organisasi
tersebut akan menjadi [di masa depan] dan bagaimana (how) organisasi tersebut akan
berperilaku (behave) ketika misinya tercapai." Secara singkat, misi menunjukkan "apa yang
dilakukan" atau "daftar dan karakteristik layanan yang diberikan". Dengan demikian, misi ditulis
sebagai "kata kerja". Dalam menuliskan misi, Merson dan Qualls (1979: 25) menyarankan
bahwa:

"Dalam kerangka perundangan yang berlaku, suatu lembaga sebaiknya
menyatakan misinya dalam ungkapan yang luas dan umum. Pernyataan misi
sebaiknya disusun dalam kata-kata yang memungkinkan fleksibilitas yang
maksimum dalam menanggapi perubahan situasi....Misi sebaiknya dinyatakan
secara singkat, tidak lebih dari beberapa alinea, dan,...sebaiknya ditulis dengan
bahasa yang tidak teknis dan mudah dimengerti...."

Pernyataan misi suatu lembaga layanan publik (di AS) umumnya mempunyai tema yang sama,
yaitu "untuk menyediakan layanan publik dengan kualitas dan kuantitas yang maksimum kepada
pembayar pajak dan pemilih dengan penetapan pajak yang serendah mungkin." (Gordon, 1993:
23). Contoh misi yang bertema seperti itu, antara lain Cocoa, Florida: "Untuk menyediakan
layanan kesehatan, kesenangan hidup, keselamatan, dan kenyamanan bagi warga kota Cocoa.";
kota Berkley, Michigan: "Untuk menyediakan layanan publik dan kepemimpinan yang 'memberi
penerangan [tuntunan, kejelasan]' kepada warga kota Berkley dengan cara yang seefisien dan
sefektif mungkin, seadil-adilnya, seekonomis dan sedemokratis mungkin." (Gordon, 1993: 23)

Untuk memperjelas cara penulisan misi, di bawah ini dikutipkan contoh misi dari
beberapa kota.

proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–9
contoh 1:
Misi Dewan Air, Negara Bagian New South Wales, Australia (sumber: Smith,
1994: 20):

"Misi Dewan Air adalah untuk menyediakan layanan pemasokan air yang
memenuhi kebutuhan masyarakat dengan cara yang memenuhi persyaratan
kelestarian lingkungan. Dalam melakukan ini, Dewan akan meningkatkan
kesehatan masyarakat dan memenuhi kebutuhan wilayah yang sedang tumbuh,
sambil berlaku sebagai perusahaan komersial dan memenuhi prioritas
Pemerintah."

Contoh 2:
Misi Institut Administrasi, Universitas New South Wales, Australia (sumber: Smith,
1994: 20):

"Misi institut ini adalah untuk meningkatkan kualitas manajemen di Australia dan
dunia melalui mata kuliah-mata kuliah terbaik yang diberikan dalam suasana
pembelajaran yang kreatif dan bersahabat."

Contoh 3:
Misi kota Salisbury, Australia (sumber: City of Salisbury, 1989):

"Untuk merencanakan, menyediakan dan mengkoordinasikan layanan dengan
cara yang adil untuk memenuhi aspirasi masyarakat pada umumnya melalui
pemanfaatan sumberdaya secara optimal dalam batas-batas wewenang Dewan
Kota."

Catatan: pada kasus kota Salisbury tersebut di atas, visi tidak dinyatakan, tetapi diganti dengan
tujuan umum (goals).

Hasil Kajian Lingkungan

Bagian ini meliputi paling tidak: (1) hasil kajian lingkungan eksternal (berfokus pada
peluang dan ancaman), dan (2) hasil kajian lingkungan internal (menekankan pada kekuatan dan
kelemahan). Bagian rencana strategis ini akan lebih lengkap bila ditambah dengan (3) hasil
evaluasi implementasi rencana strategis yang lalu, dan (4) asumsi-asumsi yang dibuat.

Sebagai catatan: salah satu karakter tipe perencanaan strategis adalah adanya
keterlibatan semua pihak yang terkait (stakeholders). Dalam hal perencanaan strategis
perkotaan, pihak-pihak tersebut terdiri dari Pemerintah (Pusat dan Lokal) dan warga kota

10— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum


(individual, maupun kelompok masyarakat serta dunia usaha/ bisnis). Menurut Gordon (1993:
81-82), pihak-pihak terkait (pada kasus di AS) meliputi:

1) wakil rakyat dan pejabat yang dipilih (elected officials);


2 pejabat senior tunjukan (senior appointed officials);
3) karyawan/pegawai (employees);
4) pejabat sekolah negeri (public school officials);
5) perwakilan pihak eksternal. meliputi:
a) masyarakat luas atau kelompok-kelompok masyarakat
b) anggota dewan-dewan atau komisi-komisi publik
c) masyarakat dunia usaha
d) kelompok-kelompok pemerhati (interest groups).

Kajian lingkungan yang dilakukan oleh organisasi laba dan organisasi nir-laba berbeda
orientasinya. Dunia usaha atau organisasi pencari laba melakukan kajian lingkungan untuk
mendeteksi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuannya dalam mendapatkan
keuntungan. Di lain pihak, organisasi publik atau nir-laba mendeteksi bila terjadi pengurangan
penerimaan dari pajak atau bila terjadi perubahan yang menuntut pola baru dalam alokasi
sumberdaya (Gordon, 1993: 27).

Gordon (1993: 27-28) menyarankan hal-hal berikut ini menjadi topik perhatian dalam
kajian lingkungan, yaitu:
1) Perekonomian dan Keuangan
2) Kependudukan
3) Teknologi
4) Perundang-undangan
5) Sosial budaya
6) Kompetisi
7) Manajerial
8) Fisik dan lingkungan
9) Lain-lain.
Dalam menyusun renstra untuk pemda, hendaknya, hal-hal tersebut di atas ditinjau (bila dapat
diterapkan) dalam lingkup-lingkup sebagai berikut (Gordon, 1993: 27 dengan sedikit
perubahan):
1) Eksternal

a) Kecenderungan umum pemerintahan daerah
b) Masyarakat setempat
c) Regional/ provinsi
d) Nasional

Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–11


e) Global/ internasional.
2) Internal (dalam organisasi pemerintah daerah).

Kajian lingkungan eksternal. Pflaum dan Delmont (dalam Bryson dan Einsweiler,
1988: 153) menawarkan suatu model untuk membantu kajian ini, yaitu yang meliputi tiga tahap
sebagai berikut:
1) Scanning: mensurvei lingkungan eksternal untuk mengidentifikasi kecenderungan kunci

yang bersifat sebagai peluang (opportunities) atau ancaman (threats). Scanning ini
dapat dilakukan dengan cara:

a) Jelaskan maksudnya
b) Pilih partisipan
c) Tentukan komitmen waktunya
d) Tentukan struktur isu.
2) Analisis: menginterpretasikan tingkat strategis dan pentingnya isu-isu dan kecenderungan
a) Kaji teknik-teknik yang umum dipakai
b) Pilih teknik yang efisien dan cocok untuk isu-isu yang sedang diidentifikasi
c) Buat keputusan tentang status isu-isu (untuk dipantau, untuk diatasi segera, atau
untuk diabaikan dulu).
3) Pelaporan: membuat produk (laporan) yang berguna untuk perencanaan dan pembuatan
keputusan

Contoh isu yang dihasilkan dari kajian lingkungan eksternal bagi kota-kota di Indonesia
menjelang tahun 2000, antara lain: kompetisi antar kota dalam menjaring investasi besar yang
mampu membuka peluang kerja bagi warga kota, ketergantungan perekonomian global,
kerjasama dalam kompetisi global, desentralisasi dan otonomi daerah.

Kajian lingkungan internal berkaitan dengan kekuatan (strengths) dan kelemahan
(weaknesses) yang dipunyai oleh lingkungan internal. Pada kasus perkotaan, kajian ini
dilakukan terhadap bidang-bidang kehidupan perkotaan. Kemp (1992: 31-36) memberi contoh
bidang-bidang yang dikaji dalam lingkungan internal (perkotaan) meliputi:
1) Proyeksi dan Kecenderungan (Tren)

a) Ketenagakerjaan dan lapangan kerja
b) Dunia usaha/ Bisnis
c) Perumahan
d) Guna lahan dan Pemintakatan (zoning)
e) Kependudukan

12— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum


2)
Isu-isu per bidang Dinas/Kantor
a) Kepemerintahan
b) Pengembangan masyarakat
c) Keuangan
d) Pemadam kebakaran
e) Kesehatan
f) Hukum
g) Polisi
h) Pekerjaan umum
i) Rekreasi

3)
Isu-isu lingkup kota
a) Pendapatan asli daerah
b) Masyarakat manula
c) Layanan kesehatan
d) Bahan buangan berbahaya
e) Kenakalan remaja
f) Prasarana umum
g) Taman dan tempat bermain anak-anak.

Salah satu komponen penting dalam kajian internal adalah survei persepsi masyarakat terhadap
layanan pemda. Hal ini sangat penting dalam mengatur strategi, misal: kita bisa mengalihkan
pengeluaran masyarakat dari bidang yang mereka tidak suka membayar lebih ke bidang yang
mereka mau membayar lebih.

Isu-isu Strategis

Kajian lingkungan menghasilkan banyak isu; tetapi perencanaan strategis menganjurkan
agar tidak semua isu perlu diatasi, karena kita perlu mempertimbangkan keterbatasan yang ada.
Kita perlu memilih isu-isu yang dianggap "strategis" saja. Pengertian "isu strategis" dijelaskan
oleh Norris dan Poulton (1991: 20) sebagai berikut:

"Isu-isu strategis adalah isu-isu yang berkaitan dengan keterkaitan antara
organisasi yang dikaji dengan lingkungannya [internal maupun eksternal] yang
isu-isu tersebut banyak mempengaruhi organisasi tersebut. Maka semua isu
strategis adalah penting, tapi tidak semua isu penting adalah strategis."

Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–13


Ring (dalam Bryson dan Einsweiler, 1988: 71) menawarkan cara lima langkah dalam

merumuskan isu strategis, sebagai berikut:

Langkah 1: Identifikasikan sumber isu-isu strategis (lingkungan eksternal dan internal)

Langkah 2: Identifikasikan konteks isu-isu strategis (meliputi: karakteristik isu, karakteristik atau
proses agenda, tahapan perhatian)

Langkah 3: Seleksi informasi, berdasarkan tiga fokus menurut pelaku/ aktor, bidang kedinasan,
dan permasalahan.

Langkah 4: Pakailah teknik-teknik analisis (antara lain: analisis stakeholder, analisis SWOT/ 7S,
analisis portofolio).

Langkah 5: Isu-isu strategis teridentifikasi

Untuk memperjelas uraian tentang isu strategis, berikut ini diberikan contoh dalam bidang
perkotaan:

Tabel 1: Isu-isu strategis bidang kualitas lingkungan dan transportasi, Hennepin County,
Minnesota


Bidang Strategis

Kualitas lingkungan

Transportasi

Isu-isu strategis

- Bahan buangan berbahaya
- Sunber air
- Bahan buangan padat
- Sistem jalan pedesaan
- Angkutan kereta api ringan
Catatan: Selain dua bidang di atas, pada tulisan aslinya terdapat 12 bidang strategis lainnya.
Sumber: Kemp (1992: 52).

Strategi-strategi Pengembangan

Bila perencanaan strategis tidak menggunakan visi, maka biasanya sebelum
merumuskan strategi, perlu disusun tujuan umum (goals). dan sasaran (objectives) lebih dulu.

Tujuan Umum. Tujuan merupakan pernyataan umum tentang keadaan organisasi pada
suatu waktu di masa depan (misal: 5 tahun lagi). Tujuan organisasi dapat berubah dari waktu ke
waktu, tapi tidak biasa bila perubahan tersebut terjadi secara lambat atau dalam peningkatan
sedikit demi sedikit saja (in small increments).

Tedapat banyak variasi dalam menuliskan tujuan, dari yang lebih "garis besar" ke lebih
rinci. Dalam menuliskan tujuan umum, Merson dan Qualls (1979: 25-26) menyarankan:

14— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum

"Dalam konteks pernyataan misi, maka tujuan umum perlu dituliskan untuk
setiap program dan layanan utama. Dengan demikian, tujuan-tujuan ini perlu
dinyatakan dalam istilah yang cukup umum dan non-kuantitatif. Tujuan-tujuan
tersebut perlu dirancang agar tetap valid untuk masa paling tidak lima sampai
sepuluh tahun serta sebaiknya secara konsekuen ditujukan untuk menanggapi
kecenderungan di pasar dan kebutuhan publik yang diperkirakan berlangsung
lama, meskipun tidak diperkirakan secara kuantitatif."

Untuk menjelaskan tentang tujuan umum, di bawah ini diberikan beberapa contoh.

Contoh 1:
Tujuan pengembangan lingkungan fisik, kota Salisbury, Australia (sumber: City of
Salisbury, 1989):
Dalam contoh kota Salisbury (di Australia), program dan layanan utama kota ini
meliputi: (1) layanan kesehatan dan kemanusiaan masyarakat, (2) pendidikan dan
rekreasi, (3) lingkungan fisik, (4) pengembangan perekonomian, dan (5)
pengelolaan sumberdaya.
Tujuan yang berkaitan dengan lingkungan fisik, sebagai berikut:

"Tujuan:
Untuk mempreservasi, meningkatkan, dan mengembangkan karakter dan
ameniti (fasilitas kenyamanan) kota ini.
"


Contoh 2:
Tujuan pengembangan Whitley County, Indiana (sumber: Gordon, 1993: 43):

"1.
Me-revitalisasi pusat perdagangan Whitley bagian selatan sambil
menyediakan mekanisme untuk menjaga agar kegiatan tetap berlangsung
di pusat kota.

2.
Mengisi taman industri (industrial park) Whitley Selatan dengan
perusahaan yang mampu berkembang dan memantapkan basis ekonomi
kota.
3.
Menekankan pada rakyat, kebanggaan, ketentraman hidup (livebility),
dan preservasi masa lalu, sambil mewujudkan masa depan yang menjamin
ketentraman hidup pula. Konsep ini meliputi pula semua aspek rekreasi,
kualitas hidup, isu-isu lingkungan, kegiatan kultural, pendidikan,
pemeliharaan kesehatan, dan sebagainya."
Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–15

Contoh 3:
Tujuan pengembangan kota Santa Clarita (sumber: Gordon, 1993: 43):

"1. Menumbuhkan basis pendapatan yang lebih besar bagi kota.

2.
Menghentikan penimbunan dan pembangunan penjara di Lembah Santa
Clarita.
3.
Memantapkan tingkat pertumbuhan yang diinginkan.
4.
Menyelesaikan jalan-jalan yang diperlukan oleh masyarakat.
5.
Menghapuskan problema sirkulasi lalu lintas.
6.
Membangun gedung balai kota secepatnya.
7.
Menyediakan pendapatan yang cukup untuk mengatasi isu-isu utama. Hal
ini mempersyaratkan kenaikan pajak penjualan dan pendapatan yang
lain."
Contoh 4:
Tujuan pengembangan kota Placentia, California (sumber: Gordon, 1993: 104):
Dalam renstra kota ini, tujuan (goals) diuraikan dalam lima bidang, yaitu:
permukiman, komersial dan industri, kultural dan rekreasional, layanan kota dan
keuangan, serta komunikasi dan teknologi baru. Di bawah ini hanya dikutipkan
tujuan pengembangan permukiman:

"1. Memelihara citra pemukiman yang ada saat ini di kota.

2.
Mendorong terbangunnya semua tipe perumahan untuk semua tingkat
pendapatan masyarakat.
3.
Memanfaatkan ruang-ruang terbuka yang tersedia untuk menciptakan
lingkungan hidup yang sehat dan menarik.
4.
Menyelidiki potensi partisipasi kota dalam program perumahan masa
depan.
5.
Mengembangkan semua cadangan lahan sesuai dengan tujuan
pengembangan perumahan kota.
6.
Memelihara secara menerus kualitas yang sama tinggi pengembangan
perumahan."
Sasaran. Sasaran (objectives) bersifat spesifik dan terukur; satu tujuan dapat
mempunyai lebih dari satu sasaran. Sasaran berjangka pendek dan mencerminkan cara
mencapai tujuan dan mensukseskan rencana. Sasaran dapat pula dirinci lagi menjadi sub
sasaran serta subsub sasaran, bila perlu. Contoh hubungan antara tujuan dan sasaran terlihat
pada Gambar 4 berikut ini.

16— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum


TUJUAN SASARAN
Identifikasi cara-cara
meningkatkan pendapatan
tanpa menaikkan pajak dari
masyarakat (non-
Meminta bantuan Pemerintah Pusat dalam bidang:
pendidikan khusus, pemeliharaan jalan raya,
komputerisasi sistem pemeliharaan keselamatan
umum
perusahaan) Meminta bantuan Pemerintah Pusat dalam dua
bidang, yaitu: pembangunan jalan raya, dan makan
siang gratis bagi siswa sekolah negeri
Menaikkan pajak perusahaan sebesar 4%

Gambar 4: Contoh tujuan dan beberapa sasarannya
(diangkat dari Gordon, 1993: 45, Fig. 3.20, dengan sedikit modifikasi)


Strategi. Tujuan (dan sasaran) tersebut, kemudian diturunkan lebih lanjut menjadi

strategi-strategi pengembangan, yang dalam program lingkungan fisik meliputi strategi-strategi

untuk bidang-bidang: (1) perencanaan kota, (2) lingkungan alam dan binaan, (3) transportasi,

(4) drainase, dan (5) kesehatan dan keselamatan umum.
Bryson (1988: 163) menjelaskan tentang strategi sebagai berikut:

"Strategi dapat dipikirkan sebagai suatu pola tujuan, kebijakan, program,
tindakan, keputusan, atau alokasi sumberdaya yang menunjukkan jatidiri suatu
organisasi, hal-hal yang dilakukannya, dan alasan melakukan hal-hal tersebut.
Dengan demikian, strategi merupakan perluasan dari misi untuk menjembatani
antara organisasi tersebut dengan lingkungannya. Strategi umumnya dibuat untuk
menanggapi isu strategis, yaitu merupakan garis besar tanggapan organisasi
tersebut terhadap pilihan kebijakan yang fundamental. (Bila pendekatan tujuan
umum yang dipakai, maka strategi dirumuskan untuk mencapai tujuan tersebut;
dan bila pendekatan visi yang dipakai, maka strategi dikembangkan untuk
mencapai visi tersebut)."

Di bawah ini diberikan beberapa contoh strategi yang dipakai untuk mencapai tujuan umum
(goals).

Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–17


Contoh 1:
Tujuan dan strategi pengembangan lingkungan fisik kota Salisbury, Australia
(sumber: City of Salisbury, 1989: 10):

"3. LINGKUNGAN FISIK


Tujuan umum:
Untuk mempreservasi, meningkatkan, dan mengembangkan karakter dan
ameniti (fasilitas kenyamanan) kota ini.
"


3.1. PERENCANAAN KOTA
Strategi:
Untuk merumuskan kebijakan yang melindungi, mempreservasi dan
mendorong pengembangan karakter, layanan dan ameniti perkotaan ini.


3.2. LINGKUNGAN ALAM DAN BINAAN
Strategi:
Untuk menyediakan dan memelihara luasan/kawasan terbuka yang cukup
mewadahi berbagai kegiatan aktif dan pasif di dalam kota serta yang
memungkinkan pengembangan di masa depan dalam hal lingkungan fisik
melalui lansekap, penghutanan kembali, dan kesempurnaan rancangan
bangunan.

3.3. TRANSPORTASI
Strategi:
Untuk mempromosikan, mengembangkan, dan memelihara jalan-jalan
kota yang memungkinkan gerakan orang dan barang secara aman dan
efisien di dalam dan melewati kota ini.
"


Contoh 2:
Tujuan, sasaran dan strategi yang rinci (sumber: Gordon, 1993: 46, dengan sedikit
modifikasi):

"TUJUAN 1:
Identifikasi cara-cara meningkatkan pendapatan tanpa menaikkan pajak dari
masyarakat (non-perusahaan).

SASARAN 1a:
Meminta bantuan Pemerintah Pusat dalam bidang: pendidikan khusus,
pemeliharaan jalan raya, komputerisasi sistem pemeliharaan keselamatan
umum.


18— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum




STRATEGI 1a:

1.
Identifikasi bantuan hibah (grants) melalui pengumuman publik
2.
Pekerjakan penulis proposal dan minta tiap dinas mengidentifikasi staf
yang menjadi penghubung internal
3.
Kaji proposal yang berhasil dan tidak berhasil di masa lalu dan caritahu
sebabnya.
4.
Bentuk tim pembuat proposal untuk selalu siap menanggapi permintaan
pembuatan proposal.
5.
Identifikasi program pendanaan di masa depan yang terkait dengan
kebutuhan setempat."
Pemantauan dan Evaluasi

Rencana implementasi atau rencana tindakan merupakan cetak biru bagi pemda dalam
melaksanakan pembangunan kota. Sepanjang pelaksanaan rencana, data dan informasi tentang
hasil-hasil pelaksanaan tindakan perlu dikumpulkan, dievaluasi, dan bilamana perlu, dilakukan
tindakan untuk mengendalikan. Hasil evaluasi dapat juga menjadi umpan balik (pelajaran yang
dapat ditarik) bagi putaran proses perencanaan berikutnya.

Pemantauan

Pemantauan dilakukan secara terus menerus dengan mengumpulkan data/informasi dari
sumber internal maupun sumber eksternal. Sumber internal meliputi unit-unit kerja organisasi kita
(hasil implementasi rencana tindakan) dan masyarakat pengguna jasa (persepsi terhadap layanan
kita). Sumber-sumber eksternal berupa instansi atau organisasi pada lingkup regional, nasional,
dan global yang mempunyai pengaruh pada organisasi kita.

Evaluasi

Evaluasi dapat dilakukan dengan membandingkan hasil tindakan dengan tolok banding
(benchmarks) atau target; dapat pula dilakukan dengan mengolah lebih dulu data/informasi
menjadi indikator-indikator kinerja (yang kemudian dibandingkan dengan tolok banding). Hasil
evaluasi memperlihatkan kepada kita apakah tindakan kita masih dalam trek yang benar atau
tidak?

Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–19




Pengendalian dan Umpan Balik

Hasil evaluasi mendikte kegiatan pengendalian (apakah sudah perlu ada koreksi
terhadap tindakan yang sedang berjalan?). Mekanisme pengendalian dapat disiapkan sebelum
rencana diimplementasikan, atau selama implementasi, atau setelah implementasi satu putaran
selesai dilakukan. Hasil evaluasi dan pengendalian menjadi akumulasi pengetahuan (pengalaman)
bagi organisasi yang pada akhirnya akan menajamkan ketepatan dalam membuat rencana di
masa depan.

Umpan balik pengalaman pada akhirnya juga akan meningkatkan kualitas metodemetode
yang dipakai dari suatu tahun ke tahun berikutnya. Umpan balik yang berupa
data/informasi menjadi bahan bagi kajian lingkungan pada putaran proses perencanaan
berikutnya (yang secara kontinyu berjalan terus).

Rencana Kontingensi (mengantisipasi berbagai kemungkinan)

Perlu juga dipikirkan bila rencana yang telah disusun, karena sesuatu hal, tidak dapat
berjalan baik. Misal asumsi meleset atau prediksi dalam kajian lingkungan ternyata tidak betul
(misal terjadi krisis kepercayaan terhadap pemda, atau krisis ekonomi yang datang tiba-tiba).
Dalam hal ini perlu disusun alternatif rencana untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan.
Alternatif-alternatif rencana dengan situasi “what if?” tersebut disebut sebagai rencanarencana
kontingensi (contingency plans).

Penutup

Proses perencanaan strategis mempunyai banyak variasi, dan dalam makalah ini telah
dicoba untuk menjelaskan proses yang "generik" (yang diperkirakan bersifat umum). Untuk
memperluas pengetahuan tentang proses yang bervariasi, peserta kuliah diharapkan dapat
membaca banyak pustaka tentang perencanaan strategis (sebagian daripadanya terlihat dalam
"Acuan" di bawah ini).

Acuan

20— Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum




Bryson, J.M. 1988. Strategic Planning for Public and Nonprofit Organizations. Jossey-
Bass, San Fransisco, CA.

Bryson, J.M. dan Einsweiler, R.C. 1988. Strategic Planning: Threats and Opportunities for
Planners. Planners Press / APA, Chicago, IL.

Campbell, S. dan Fainstein, S. (eds.). 1996. Readings in Planning Theory. Blackwell
Publishers, Cambridge, MA.

City of Salisbury. 1989. Corporate Plan. City of Salisbury, Australia.

Gordon, G.L. 1993. Strategic Planning for Local Government. International City/County
Management Association, Washington, D.C.

Hunt, C.M.; Oosting, K.W.; Stevens, R.; Loudon, D.; dan Migliore, R.H. 1997. Strategic
Planning for Private Higher Education. The Haworth Press, London.

Kemp, R.L. 1992. Strategic Planning in Local Government: A Casebook. Planners Press/
APA, Chicago, IL.

Merson, J.C. dan Qualls, R.L. 1979. Strategic Planning for Colleges and Universities.
Trinity University Press, San Antonio.

Norris, D.M. dan Poulton, N.L. 1991. A Guide for New Planners. The Society for College
and University Planning, Aan Arbor, MI.

Smith, N.I. 1994. Down-to-Earth Strategic Planning. Prentice Hall, Sydney.

Proses Renstra untuk Perkotaan secara umum–21