Friday, 26 February 2010 | |
Alasan keberadaan (raison d’etre)Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Bank Century di DPR adalah kecurigaan adanya aliran dana bank ini yang mengalir kepada Partai Demokrat atau tim kampanye pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dalam Pemilihan Umum Tahun 2009. Ini masalah yang serius karena bisa berakibat pada pemakzulan sang Presiden. Jadi, kegiatan Pansus DPR ini tentu tidak sekadar menyelidiki sebuah kebijakan pemerintah, apakah bertentangan dengan undang-undang karena terdapat demikian banyak kebijakan yang telah dibuat, baik pada saat sekarang maupun pada pemerintahan yang lalu. Laporan akhir fraksi telah dibacakan pada Selasa, 23 Februari 2010,sampai larut malam.Analisis mengenai kata yang paling banyak dipakai setiap fraksi tentu bermanfaat untuk memperlihatkan sikap (dan temperamen) masingmasing fraksi melalui leksikologi politik. Juga, memperlihatkan siapa (saja) tokoh yang menjadi sasaran tembak mereka. Yang menjadi incaran tentu akan disebut berulang kali.Selanjutnya,apakah kalimat demi kalimat yang digunakan memang faktual dan logis? Namun, ketika laporan akhir fraksi selesai dibacakan, tidak terbukti tudingan yang disebutkan di atas.Tidak ada indikasi aliran dana kepada Partai Demokrat dan tim SBY. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Pansus Kasus Century telah gagal mencapai tujuan penyelidikan ini. Kegagalan kedua,Pansus DPR tidak mempertanggungjawabkan kenapa penyelidikan dilakukan atas empat babak (pansus menggunakan istilah tema), yakni merger/akuisisi,fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP),penyertaan modal sementara (PMS), dan aliran dana. Kenapa merger juga diselidiki, bukankah itu tidak ada hubungan dengan aliran dana? Peristiwa itu terjadi jauh sebelumnya pada masa pemerintahan Megawati. Kecuali, kalau tujuannya ingin menulis biografi Robert Tantular bersaudara. Kegagalan ketiga, Pansus DPR tidak berhasil menghubungkan keempat babak yang diselidiki itu dengan kegiatan tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya dalam satu narasi yang utuh. Bagaimana mungkin mengambil kesimpulan tunggal bila dari semula para penyelidik sudah memiliki persepsi dan ancang-ancang yang berbeda. Kegagalan keempat,penyajian matriks empat tahap penyelidikan yang dipadukan dengan pendapat sembilan fraksi dalam sebuah tabel terkesan dangkal dan sangat menyederhanakan.Ini memang dilakukan koran untuk menghitung secara gampang skor pihak yang menganggap telah terjadi pelanggaran dan bukan.Namun, definisi pelanggaran, jenis pelanggaran (hukum atau administrasi) serta tingkat/intensitas pelanggaran itu tidak sama dalam pandangan masing-masing fraksi. Kegagalan kelima adalah Pansus tidak berhasil membuat rekonstruksi peristiwa ketika terjadi penyelamatan perbankan nasional pada 2008. Perkembangan ekonomi global dan nasional, termasuk ancaman krisis keuangan tentu harus disajikan secara menyeluruh. Ini tidak cukup dengan berkunjung ke suatu ruangan di Departemen Keuangan tempat rapat KSSK pada 20 November 2009 dan menengok kursi-kursi kosong yang ada di sana. Kegagalan keenam terkait dengan kegagalan kelima, tidak dihadirkannya saksi kunci dalam sidang Pansus , yaitu para pelaku ekonomi-perbankan, seperti Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono. Padahal,dia yang menyaksikan dan mengalami krisis saat itu. Pansus malah mendatangkan ahli seperti Ichsanuddin Noorsy yang keahliannya sendiri dipertanyakan oleh anggota Pansus.Pansus tidak menghadirkan Ketua DPR saat itu Agung Laksono untuk meminta keterangan tentang penolakan atau persetujuan peraturan pemerintah pengganti undangundang (perppu). Bahkan,Pansus tidak berupaya menemui mantan Deputi Gubernur Bidang Pengawasan BI Siti Fajriah yang sedang sakit. Dengan izin dan pengawasan dokter,mungkin hal ini dapat dilakukan. Karena Siti Fajriah sempat berdebat–bahkan kabarnya sampai menangis– dengan Miranda Goeltom dalam Rapat Dewan Gubernur. Kegagalan ketujuh,akibat dari tidak lengkapnya saksi kunci,Pansus tidak bisa menyajikan laporan yang utuh atau komprehensif. Kegagalan kedelapan, Pansus tidak berhasil menyajikan laporan yang objektif dan berimbang. Seharusnya juga diungkapkan temuan bahwa karena telah dilakukan penyelamatan perbankan, maka Indonesia selamat dari krisis. Keberhasilan pemerintah ini harus diakui secara jujur.Namun, dalam perjalanan implementasi selanjutnya ditengarai ada pihakpihak yang melakukan tindak pidana korupsi. Ini yang harus ditemukan. Pada sisi lain, Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral melakukan pengawasan siang dan malam terhadap 125 perbankan di Indonesia dengan mendayagunakan 700 personel pengawasan. Kalau terdapat satu-dua bank yang gagal atau ada oknum BI yang melakukan kecurangan, seyogianya ini tidak digeneralisir. Nama baik Bank Indonesia jangan dirusak dengan kata-kata kasar. Kegagalan kesembilan, Pansus dalam kesimpulannya sama sekali tidak menyebut nama Susno Duadji yang sebetulnya merupakan mata rantai yang hilang dalam kasus Bank Century antara Budi Sampoerna dan Robert Tantular. Susno Duadji adalah pencetus istilah “Cicak-Buaya” yang seolah-olah menggambarkan pertentangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kepolisian. Upaya untuk menahan Bibit-Chadra oleh pihak kepolisian bermuara pada pembentukan Tim Delapan. Sukses Tim Delapan ini yang mengilhami segelintir anggota DPR untuk membentuk Tim Sembilan yang dilanjutkan dengan pembentukan Pansus Century. Kegagalan kesepuluh, dengan penyebutan banyak nama,Pansus ibaratnya berlomba-lomba menempelkan gambar daftar pencarian orang (DPO) yang disertai foto (khusus untuk Boediono dan Sri Mulyani tampaknya diberi taring seperti drakula). Bahkan, dalam pandangan akhir PKS, disebutkan mereka melanggar KUHP pasal sekian yang hukumannya sekian atau denda sekian. Mengenai hal ini rasanya Pak Polisi dan Ibu Hakim tidak perlu digurui. Kegagalan kesebelas, Pansus tidak berhasil menghilangkan citra di masyarakat bahwa tim ini memiliki manuver politik terselubung di balik kegiatan mereka. Upaya pengaitan Marsillam Simandjuntak dengan Presiden SBY, imbauan penonaktifan Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyiratkan tiga orang tokoh itu menjadi sasaran tembak utama Pansus. Jika yang satu tidak berhasil digoyang, maka tokoh berikutnya yang dikejar. Sulit memakzulkan Presiden, maka kursi Wakil Presiden dan Menteri Keuangan yang diincar. Jika dugaan ini benar,maka angket kasus Bank Century hanyalah alat untuk memuaskan ambisi politik para elite yang kalah pada pemilu yang lalu. Dari rangkaian persidangan, Pansus Century terkesan mencari-cari kesalahan. Padahal, tugas pansus jelas bukan untuk cari kutu.(*) Asvi Warman Adam Ahli Peneliti Utama Pusat Penelitian Politik LIPI |
Jumat, 26 Februari 2010
Kegagalan Pansus Century Friday, 26 February 2010 Alasan keberadaan (raison d’etre)Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Bank Century di DPR adalah kecurigaan adanya aliran dana bank ini yang mengalir kepada Partai Demokrat atau tim kampanye pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dalam Pemilihan Umum Tahun 2009. Ini masalah yang serius karena bisa berakibat pada pemakzulan sang Presiden. Jadi, kegiatan Pansus DPR ini tentu tidak sekadar menyelidiki sebuah kebijakan pemerintah, apakah bertentangan dengan undang-undang karena terdapat demikian banyak kebijakan yang telah dibuat, baik pada saat sekarang maupun pada pemerintahan yang lalu. Laporan akhir fraksi telah dibacakan pada Selasa, 23 Februari 2010,sampai larut malam.Analisis mengenai kata yang paling banyak dipakai setiap fraksi tentu bermanfaat untuk memperlihatkan sikap (dan temperamen) masingmasing fraksi melalui leksikologi politik. Juga, memperlihatkan siapa (saja) tokoh yang menjadi sasaran tembak mereka. Yang menjadi incaran tentu akan disebut berulang kali.Selanjutnya,apakah kalimat demi kalimat yang digunakan memang faktual dan logis? Namun, ketika laporan akhir fraksi selesai dibacakan, tidak terbukti tudingan yang disebutkan di atas.Tidak ada indikasi aliran dana kepada Partai Demokrat dan tim SBY. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Pansus Kasus Century telah gagal mencapai tujuan penyelidikan ini. Kegagalan kedua,Pansus DPR tidak mempertanggungjawabkan kenapa penyelidikan dilakukan atas empat babak (pansus menggunakan istilah tema), yakni merger/akuisisi,fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP),penyertaan modal sementara (PMS), dan aliran dana. Kenapa merger juga diselidiki, bukankah itu tidak ada hubungan dengan aliran dana? Peristiwa itu terjadi jauh sebelumnya pada masa pemerintahan Megawati. Kecuali, kalau tujuannya ingin menulis biografi Robert Tantular bersaudara. Kegagalan ketiga, Pansus DPR tidak berhasil menghubungkan keempat babak yang diselidiki itu dengan kegiatan tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya dalam satu narasi yang utuh. Bagaimana mungkin mengambil kesimpulan tunggal bila dari semula para penyelidik sudah memiliki persepsi dan ancang-ancang yang berbeda. Kegagalan keempat,penyajian matriks empat tahap penyelidikan yang dipadukan dengan pendapat sembilan fraksi dalam sebuah tabel terkesan dangkal dan sangat menyederhanakan.Ini memang dilakukan koran untuk menghitung secara gampang skor pihak yang menganggap telah terjadi pelanggaran dan bukan.Namun, definisi pelanggaran, jenis pelanggaran (hukum atau administrasi) serta tingkat/intensitas pelanggaran itu tidak sama dalam pandangan masing-masing fraksi. Kegagalan kelima adalah Pansus tidak berhasil membuat rekonstruksi peristiwa ketika terjadi penyelamatan perbankan nasional pada 2008. Perkembangan ekonomi global dan nasional, termasuk ancaman krisis keuangan tentu harus disajikan secara menyeluruh. Ini tidak cukup dengan berkunjung ke suatu ruangan di Departemen Keuangan tempat rapat KSSK pada 20 November 2009 dan menengok kursi-kursi kosong yang ada di sana. Kegagalan keenam terkait dengan kegagalan kelima, tidak dihadirkannya saksi kunci dalam sidang Pansus , yaitu para pelaku ekonomi-perbankan, seperti Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono. Padahal,dia yang menyaksikan dan mengalami krisis saat itu. Pansus malah mendatangkan ahli seperti Ichsanuddin Noorsy yang keahliannya sendiri dipertanyakan oleh anggota Pansus.Pansus tidak menghadirkan Ketua DPR saat itu Agung Laksono untuk meminta keterangan tentang penolakan atau persetujuan peraturan pemerintah pengganti undangundang (perppu). Bahkan,Pansus tidak berupaya menemui mantan Deputi Gubernur Bidang Pengawasan BI Siti Fajriah yang sedang sakit. Dengan izin dan pengawasan dokter,mungkin hal ini dapat dilakukan. Karena Siti Fajriah sempat berdebat–bahkan kabarnya sampai menangis– dengan Miranda Goeltom dalam Rapat Dewan Gubernur. Kegagalan ketujuh,akibat dari tidak lengkapnya saksi kunci,Pansus tidak bisa menyajikan laporan yang utuh atau komprehensif. Kegagalan kedelapan, Pansus tidak berhasil menyajikan laporan yang objektif dan berimbang. Seharusnya juga diungkapkan temuan bahwa karena telah dilakukan penyelamatan perbankan, maka Indonesia selamat dari krisis. Keberhasilan pemerintah ini harus diakui secara jujur.Namun, dalam perjalanan implementasi selanjutnya ditengarai ada pihakpihak yang melakukan tindak pidana korupsi. Ini yang harus ditemukan. Pada sisi lain, Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral melakukan pengawasan siang dan malam terhadap 125 perbankan di Indonesia dengan mendayagunakan 700 personel pengawasan. Kalau terdapat satu-dua bank yang gagal atau ada oknum BI yang melakukan kecurangan, seyogianya ini tidak digeneralisir. Nama baik Bank Indonesia jangan dirusak dengan kata-kata kasar. Kegagalan kesembilan, Pansus dalam kesimpulannya sama sekali tidak menyebut nama Susno Duadji yang sebetulnya merupakan mata rantai yang hilang dalam kasus Bank Century antara Budi Sampoerna dan Robert Tantular. Susno Duadji adalah pencetus istilah “Cicak-Buaya” yang seolah-olah menggambarkan pertentangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kepolisian. Upaya untuk menahan Bibit-Chadra oleh pihak kepolisian bermuara pada pembentukan Tim Delapan. Sukses Tim Delapan ini yang mengilKegagalan Pansus Century Friday, 26 February 2010 Alasan keberadaan (raison d’etre)Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Bank Century di DPR adalah kecurigaan adanya aliran dana bank ini yang mengalir kepada Partai Demokrat atau tim kampanye pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dalam Pemilihan Umum Tahun 2009. Ini masalah yang serius karena bisa berakibat pada pemakzulan sang Presiden. Jadi, kegiatan Pansus DPR ini tentu tidak sekadar menyelidiki sebuah kebijakan pemerintah, apakah bertentangan dengan undang-undang karena terdapat demikian banyak kebijakan yang telah dibuat, baik pada saat sekarang maupun pada pemerintahan yang lalu. Laporan akhir fraksi telah dibacakan pada Selasa, 23 Februari 2010,sampai larut malam.Analisis mengenai kata yang paling banyak dipakai setiap fraksi tentu bermanfaat untuk memperlihatkan sikap (dan temperamen) masingmasing fraksi melalui leksikologi politik. Juga, memperlihatkan siapa (saja) tokoh yang menjadi sasaran tembak mereka. Yang menjadi incaran tentu akan disebut berulang kali.Selanjutnya,apakah kalimat demi kalimat yang digunakan memang faktual dan logis? Namun, ketika laporan akhir fraksi selesai dibacakan, tidak terbukti tudingan yang disebutkan di atas.Tidak ada indikasi aliran dana kepada Partai Demokrat dan tim SBY. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Pansus Kasus Century telah gagal mencapai tujuan penyelidikan ini. Kegagalan kedua,Pansus DPR tidak mempertanggungjawabkan kenapa penyelidikan dilakukan atas empat babak (pansus menggunakan istilah tema), yakni merger/akuisisi,fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP),penyertaan modal sementara (PMS), dan aliran dana. Kenapa merger juga diselidiki, bukankah itu tidak ada hubungan dengan aliran dana? Peristiwa itu terjadi jauh sebelumnya pada masa pemerintahan Megawati. Kecuali, kalau tujuannya ingin menulis biografi Robert Tantular bersaudara. Kegagalan ketiga, Pansus DPR tidak berhasil menghubungkan keempat babak yang diselidiki itu dengan kegiatan tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya dalam satu narasi yang utuh. Bagaimana mungkin mengambil kesimpulan tunggal bila dari semula para penyelidik sudah memiliki persepsi dan ancang-ancang yang berbeda. Kegagalan keempat,penyajian matriks empat tahap penyelidikan yang dipadukan dengan pendapat sembilan fraksi dalam sebuah tabel terkesan dangkal dan sangat menyederhanakan.Ini memang dilakukan koran untuk menghitung secara gampang skor pihak yang menganggap telah terjadi pelanggaran dan bukan.Namun, definisi pelanggaran, jenis pelanggaran (hukum atau administrasi) serta tingkat/intensitas pelanggaran itu tidak sama dalam pandangan masing-masing fraksi. Kegagalan kelima adalah Pansus tidak berhasil membuat rekonstruksi peristiwa ketika terjadi penyelamatan perbankan nasional pada 2008. Perkembangan ekonomi global dan nasional, termasuk ancaman krisis keuangan tentu harus disajikan secara menyeluruh. Ini tidak cukup dengan berkunjung ke suatu ruangan di Departemen Keuangan tempat rapat KSSK pada 20 November 2009 dan menengok kursi-kursi kosong yang ada di sana. Kegagalan keenam terkait dengan kegagalan kelima, tidak dihadirkannya saksi kunci dalam sidang Pansus , yaitu para pelaku ekonomi-perbankan, seperti Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono. Padahal,dia yang menyaksikan dan mengalami krisis saat itu. Pansus malah mendatangkan ahli seperti Ichsanuddin Noorsy yang keahliannya sendiri dipertanyakan oleh anggota Pansus.Pansus tidak menghadirkan Ketua DPR saat itu Agung Laksono untuk meminta keterangan tentang penolakan atau persetujuan peraturan pemerintah pengganti undangundang (perppu). Bahkan,Pansus tidak berupaya menemui mantan Deputi Gubernur Bidang Pengawasan BI Siti Fajriah yang sedang sakit. Dengan izin dan pengawasan dokter,mungkin hal ini dapat dilakukan. Karena Siti Fajriah sempat berdebat–bahkan kabarnya sampai menangis– dengan Miranda Goeltom dalam Rapat Dewan Gubernur. Kegagalan ketujuh,akibat dari tidak lengkapnya saksi kunci,Pansus tidak bisa menyajikan laporan yang utuh atau komprehensif. Kegagalan kedelapan, Pansus tidak berhasil menyajikan laporan yang objektif dan berimbang. Seharusnya juga diungkapkan temuan bahwa karena telah dilakukan penyelamatan perbankan, maka Indonesia selamat dari krisis. Keberhasilan pemerintah ini harus diakui secara jujur.Namun, dalam perjalanan implementasi selanjutnya ditengarai ada pihakpihak yang melakukan tindak pidana korupsi. Ini yang harus ditemukan. Pada sisi lain, Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral melakukan pengawasan siang dan malam terhadap 125 perbankan di Indonesia dengan mendayagunakan 700 personel pengawasan. Kalau terdapat satu-dua bank yang gagal atau ada oknum BI yang melakukan kecurangan, seyogianya ini tidak digeneralisir. Nama baik Bank Indonesia jangan dirusak dengan kata-kata kasar. Kegagalan kesembilan, Pansus dalam kesimpulannya sama sekali tidak menyebut nama Susno Duadji yang sebetulnya merupakan mata rantai yang hilang dalam kasus Bank Century antara Budi Sampoerna dan Robert Tantular. Susno Duadji adalah pencetus istilah “Cicak-Buaya” yang seolah-olah menggambarkan pertentangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kepolisian. Upaya untuk menahan Bibit-Chadra oleh pihak kepolisian bermuara pada pembentukan Tim Delapan. Sukses Tim Delapan ini yang mengilhami segelintir anggota DPR untuk membentuk Tim Sembilan yang dilanjutkan dengan pembentukan Pansus Century. Kegagalan kesepuluh, dengan penyebutan banyak nama,Pansus ibaratnya berlomba-lomba menempelkan gambar daftar pencarian orang (DPO) yang disertai foto (khusus untuk Boediono dan Sri Mulyani tampaknya diberi taring seperti drakula). Bahkan, dalam pandangan akhir PKS, disebutkan mereka melanggar KUHP pasal sekian yang hukumannya sekian atau denda sekian. Mengenai hal ini rasanya Pak Polisi dan Ibu Hakim tidak perlu digurui. Kegagalan kesebelas, Pansus tidak berhasil menghilangkan citra di masyarakat bahwa tim ini memiliki manuver politik terselubung di balik kegiatan mereka. Upaya pengaitan Marsillam Simandjuntak dengan Presiden SBY, imbauan penonaktifan Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyiratkan tiga orang tokoh itu menjadi sasaran tembak utama Pansus. Jika yang satu tidak berhasil digoyang, maka tokoh berikutnya yang dikejar. Sulit memakzulkan Presiden, maka kursi Wakil Presiden dan Menteri Keuangan yang diincar. Jika dugaan ini benar,maka angket kasus Bank Century hanyalah alat untuk memuaskan ambisi politik para elite yang kalah pada pemilu yang lalu. Dari rangkaian persidangan, Pansus Century terkesan mencari-cari kesalahan. Padahal, tugas pansus jelas bukan untuk cari kutu.(*) Asvi Warman Adam Ahli Peneliti Utama Pusat Penelitian Politik LIPI Kegagalan kesepuluh, dengan penyebutan banyak nama,Pansus ibaratnya berlomba-lomba menempelkan gambar daftar pencarian orang (DPO) yang disertai foto (khusus untuk Boediono dan Sri Mulyani tampaknya diberi taring seperti drakula). Bahkan, dalam pandangan akhir PKS, disebutkan mereka melanggar KUHP pasal sekian yang hukumannya sekian atau denda sekian. Mengenai hal ini rasanya Pak Polisi dan Ibu Hakim tidak perlu digurui. Kegagalan kesebelas, Pansus tidak berhasil menghilangkan citra di masyarakat bahwa tim ini memiliki manuver politik terselubung di balik kegiatan mereka. Upaya pengaitan Marsillam Simandjuntak dengan Presiden SBY, imbauan penonaktifan Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyiratkan tiga orang tokoh itu menjadi sasaran tembak utama Pansus. Jika yang satu tidak berhasil digoyang, maka tokoh berikutnya yang dikejar. Sulit memakzulkan Presiden, maka kursi Wakil Presiden dan Menteri Keuangan yang diincar. Jika dugaan ini benar,maka angket kasus Bank Century hanyalah alat untuk memuaskan ambisi politik para elite yang kalah pada pemilu yang lalu. Dari rangkaian persidangan, Pansus Century terkesan mencari-cari kesalahan. Padahal, tugas pansus jelas bukan untuk cari kutu.(*) Asvi Warman Adam Ahli Peneliti Utama Pusat Penelitian Politik LIPI
Kegagalan Pansus Century
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar